Terjadi lagi. Perhelatan antara Persebaya vs Arema yang dilakukan pada hari Sabtu, 1 Oktober 2022 berakhir dengan tragis dan mengenaskan. Maaf, memang perlu untuk mengungkapkan dengan hiperbola, karena nyatanya memang begitu. Sudah tidak terhitung lagi berapa nyawa yang ditukar untuk sedekar menonton hiburan rakyat ini.
Mereka yang menonton langsung, menjadi fans sejati, menukar uang yang seberapa dengan nyawa mereka. Mungkin mereka sudah tahu resiko yang akan terjadi jika menonton langsung. Tetap saja, ini sebuah gambling yang bahkan lebih beresiko daripada kehilangan uang investasi anda. Ya, nyawa adalah investasi utama dalam semua lini kehidupan.
Sebagai penonton langsung, saya merasa sedih sekaligus beruntung. Jelas, 120 lebih nyawa melayang bukanlah sebuah angka yang terkesan "biasa saja", apalagi ini olahraga, Pak. Di sisi lain, menonton dari jauh, entah itu di rumah atau di Warteg, hanya punya dua kemungkinan terburuk: adu mulut ataupun kehilangan 50 ribu karena kalah taruhan. Ringan, bukan?
Maaf, saya memang hanyalah penonton layar kaca. Tidak ada tim kesayangan di Liga 1 Indonesia menjadikan saya lebih milih lihat tipis-tipis liga paling kompetitif di dunia ini. Tim kesayangan saya pun hanya bisa dilihat di TV. Orang kampung macam saya masih belum realistis untuk membeli tiket pertandingan Liverpool.
Lalu bagaimana jika ada tim kesayangan saya ada di sini dan saya memiliki kesempatan untuk menontonnya. Saya akan melakukannya. Ya, seperti kalian juga yang merelakan waktunya untuk mendukung tim kesayangannya. Dan saya mau membayar biaya yang sangat mahal untuk itu. Saya ulangi lagi: Saya akan membayar biaya yang "sangat mahal".
Terlalu Murah kah Sepakbola Indonesia?
Pada pertandingan tersebut (Arema vs Persebaya) harga tiket termurah kelas ekonomi dijual 50 ribu rupiah. Jika memakai calo, berkisar 65 ribu rupiah. Harga tiket lainnya, seperti VIP dan VVIP berkisar 150 ribu rupiah dan 250 ribu rupiah. Harga ini masih bisa tergolong "wajar" untuk sekelas Asia Tenggara.
Membandingkan harga tiket kita dengan club di liga lain memanglah cukup tricky. Contoh paling mahal yaitu Liga Inggris. harga tiket termurah Liverpool berkisar 110 Euro untuk tahun ini (melawan Derby Country). Itu berkisar 1,6 juta rupiah untuk pertandingan receh mereka. Mahal? tidak, kok. Rata-rata orang Liverpool menghasilkan sekitar 2750 Euro setiap bulannya (33000 Euro per tahun). Masyarakat kelas ekonomi masih bisa menonton pertandingan mereka. Jika kita pakai rasio perbandingan, harga satu tiket termurah Liverpool dengan rata-rata gaji orang Inggris yaitu sekitar 1:25. Itu berarti gaji mereka per bulan bisa membeli sekitar 25 tiket termurah pertandingan Liverpool.
Bagaimana dengan klub kacangan di La Liga Spanyol, Espanyol? Harga tiket melawan Atletico Madrid yaitu sebesar $33 (sekitar 500 ribu rupiah). Minimum gaji orang Barcelona per bulan berkisar $1100. Rasio satu tiket dan gaji menjadi 1:33. Ya, bisa saja sekali-sekali mereka nonton Barcelona jika lagi bosan.
Bagaimana negara tetangga kita, Thailand? Â Sandpit Fort FC mematok harga tiket berkisar 130 BAHT atau berkisar 50 ribu rupiah. Jika minimum gaji orang di Bangkok, Thailand berkisar 8800 BAHT per bulan (22 hari kerja), maka rasionya adalah 1:68. Cukup murah untuk menonton pertandingan sepakbola setiap weekend.
Di Malaysia sendiri, Petaling Jaya FC mematok 25 MYR untuk pertandingan melawan Selangor FC. Dengan minimum gaji orang di Petaling Jaya sekitar 1760 MYR per bulan, rasio perbandingannya berkisar 1:70. Sedikit lebih murah dari kita.
Dari kedua negara tetangga, kita bisa lihat bahwa harga tiket di Indonesia masih sedikit lebih mahal, bahkan dibandingkan dengan ASEAN. Kembali kita pakai contoh harga tiket Arema vs Persebaya. Tiket termurah 50 ribu rupiah dengan upah minimum Malang berkisar 3 juta. Rasio perbandingannya akan menjadi sekitar 1:60. Lebih mahal sedikit, namun masih kompetitif.
Dari data tersebut, kita bisa lihat sepakbola di Eropa menjadi hiburan yang lebih mahal dibandingkan dengan negara Asia Tenggara. Namun, Indonesia sendiri menjadi yang paling mahal dalam urusan tiket di ranah ASEAN meskipun masih tergolong kompetitif.
Jadi, apakah harga tiket bisa menjadi jaminan aman dan seru sebuah pertandingan sepakbola? Coba sekarang anda berefleksi:Â
- Apakah yang dibayarkan sesuai dengan pelayanan yang diberikan oleh panitia pelaksana?
- Apakah pihak keamanan sudah memberikan keamanan yang terstandarisasi bagi para fansnya?
- Apakah fans mendapatkan pertandingan yang seru dan kompetitif?
Bagaimana menurut anda? Apakah terlalu murah jika dibandingkan dengan sepakbola Eropa? Ataukah terlalu mahal untuk sekelas ASEAN?
-----
Bagi saya pribadi, sepakbola adalah olahraga rakyat di Indonesia. Mulai dari pertandingan antar kampung hingga internasional, animo masyarakat terasa begitu menggelegar.Â
Hal ini membuat demand dari pertandingan sepakbola sangatlah tinggi. Demand yang tinggi disertai dengan tersedianya supply dari penyelenggara liga, seharusnya olahraga ini dihargai murah dan terjangkau bagi masyarakat Indonesia.
Sayangnya, tidak begitu. Anda mungkin bisa menyisihkan lima puluh ribu per minggu untuk menonton tim kesayangan. Mungkin pula sekali-kali anda memesan tiket VVIP untuk menikmati serunya pertandingan.Â
Namun, nyawa Anda hanya satu untuk seumur hidup. Dan saya berharap Anda mengerti bahwa mengapa sepakbola di Indonesia sangatlah mahal harganya, bahkan dibandingkan dengan tiket termahal Liga Inggris sekalipun.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H