Tanah dan sumber daya alam lainnya merupakan sebagai faktor penghidupan bagi masyarakat adat, yang secara universal kebutuhan hidupnya dapat dipenuhi melalui penggunaan tanah dan sumber daya lainnya, yang dimamfaatkan sebagai tempat bertani, berkebun, dan aktivitas masyarakat lokal lainnya. Sehingga dalam hal ini, masyarakat adat mempunyai sistemnya sendiri, dalam mengelola, mengatur, dan memamfaatkan tanah sebagai sumber penghidupan.
 Masyarakat adat memiliki nilai-nilai tradisi yang dipercaya oleh mereka, sehingga dapat menjaga hubungan manusia dengan alam, baik itu tanah, pohon, air, dan sungai, sehingga kepemilikan tanah adat menjadi sangat penting untuk mereka jaga. Masyarakat adat juga memilki aturan-aturan yang disepakati secara bersama dalam hal pembagian lahan, pengelolaan lahan, serta penguasaan lahan. Aturan-aturan tersebut bertujuan supaya tidak ada konflik yang terjadi diantara masyarakat adat.
Kerugian yang dialami oleh masyarakat dan lingkungan akibat dari industry kelapa sawit merupakan suatu skandal global dan menjadi masalah social yang mestinya harus segera diselesaikan. Berbagai bukti selama dua dekade belakangan menunjukkan peranan industri kelapa sawit dalam pengrusakan keragaman hayati, pendorong perubahan iklim dan pelanggaran terhadap hak-hak adat dan masyarakat. Banyak masyarakat yang mengalami kerugian, baik itu hak atas kepemilikan lahan atau tanah, pencemaran lingkungan dan kerusakan ekosistem lain.
Contoh Kasus Pembebasan LahanDi Kalimantan Barat.
Dayak Jelai dan Melayu of Manis Mata villages, Ketapang District, West Kalimantan.
PT Harapan Sawit Lestari (PT HSL) adalah sebuah perusahaan swasta yang telah mengoperasikan perkebunan kelapa sawit seluas dua puluh lima ribu hektar di distrik Ketapang sejak tahun 1993, memberikan dampak terhadap lima belas warga masyarakat adat Dayak Jelai dan Melayu. Di bawah rezim Orde Baru, PT HSL sepenuhnya membangun hubungan erat antara administrator desa, polisi setempat, dan militer untuk memulai operasi mereka tanpa berkonsultasi dengan masyarakat setempat yang terkena dampak pembangunan.Â
Hal ini secara luas diyakini bahwa aparat desa menerima pembayaran untuk menyerahkan lahan kepada perusahaan ‘mengatasnamakan’ rakyat. Jika persuasi dari kepala desa tidak bekerja dan penduduk desa masih menolak untuk menyerahkan lahan mereka, PT HSL akan bergantung pada polisi setempat atau militer untuk memastikan masyarakat desa ‘bekerjasama’. Startegi lain adalah bagi mereka yang tidak mau bekerjasama akan dicap sebagai komunis atau anti pemerintah. Orang-orang juga diberikan informasi yang menyesatkan oleh perusahaan dan pemerintah daerah tentang manfaat kelapa sawit, dan mereka tidak dibuat sadar akan potensi dampaknya negatif.
Engkadik village, Serimbu sub-district, Landak, West Kalimantan
Pada bulan Mei 2006, PT Airlangga Sawit Jaya (PT ASJ) mengadakan pertemuan dengan pejabat pemerintah lokal di desa Engkadik untuk memberitahu mereka bahwa perusahaan telah memperoleh izin dari kabupaten Landak untuk mengembangkan perkebunan kelapa sawit di atas lahan seluas tujuh belas ribu hektar.Â
Daerah ini meliputi total lima belas desa dan merupakan rumah bagi masyarakat Dayak Kendayan. Masyarakat setempat diminta untuk menyerahkan lahan mereka, namun masyarakat desa Engkadik tidak diberitahu atau berkonsultasi tentang hal ini. Setelah pertemuan tersebut, perusahaan mulai melakukan pembebasan lahan. Pada tanggal 1 Agustus 2006, penduduk desa Pade Engkadik memperhatikan bahwa PT ASJ telah membuldoser sebuah situs pemakaman 150 kuburan.
Dayak Bekati of Nyayat village, Sambas District, West Kalimantan