Contoh film lainnya yang juga mengandung nilai multikulturalisme adalah Guardians of the Galaxy (2014) karya Marvel Cinematic Universe.
Film Avengers: Endgame (2019) merupakan salah satu film yang mengandung adanya teori inklusivitas. Di dalam film tersebut terdapat sekumpulan pahlawan yang berperang melawan suatu karakter jahat yang cukup kuat. Hal ini menunjukkan bahwa adanya posisi yang sama atau setara dalam sekumpulan pahlawan tersebut dalam melawan karakter jahat.
Posisi yang atau kedudukan yang sama tersebut ada berdasarkan kesamaan tujuan untuk melawan karakter jahat dan menyelamatkan banyak orang atau menjadi pahlawan. Sekumpulan pahlawan tersebut sama-sama berjuang, bahkan bekerja sama untuk dapat menolong banyak orang.
Di dalam kelompok tersebut, masing-masing pahlawan memiliki kekuatannya sendiri, sehingga setiap pahlawan memiliki kelebihan dan juga kekurangan. Kemauan yang besar terhadap menolong banyak orang menjadi motivasi bagi setiap individu untuk melakukan kerja sama.
Posisi atau kedudukan yang setara membuat sebuah kelompok menjadi jalan selaras dengan satu sama lain, tanpa adanya hierarki di dalam kelompok tersebut. Hal ini menjadi nilai plus tersendiri bagi kelompok tersebut, karena di dalam kelompok tersebut tidak ada ketergantungan terhadap satu sama lain.
Setiap orang di dalam kelompok tersebut juga menjadi memiliki tugasnya masing-masing dan bergerak secara mandiri tanpa perlu disuruh oleh pemimpin kelompok, karena semua anggota memiliki posisi yang setara.
Jadi pada dasarnya memang terdapat berbagai film yang mengandung nilai-nilai multikulturalisme dan inklusivitas, seperti pada contoh film di atas. Tidak hanya kedua nilai itu saja, film juga dapat mengandung nilai-nilai, seperti ketulusan, cinta kasih dan lain sebagainya.
Film-film tersebut dibuat dengan tujuan utama untuk menghibur para penonton, tetapi di dalam film tersebut terdapat nilai-nilai yang diselipkan oleh penulis cerita atau sutradara. Kita sebagai masyarakat dapat melihat film tersebut sebagai bahan pembelajaran, khususnya dalam kehidupan sosial masyarakat.
Dengan begini film bisa dikatakan sebagai media pembelajaran secara tidak langsung bagi masyarakat yang menonton film tersebut. Oleh karena itu alangkah baiknya kita mengambil pelajaran-pelajaran positif dari film dan menjadikan pelajaran-pelajaran negatif sebagai pengalaman, agar tidak terjadi di kemudian harinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H