Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri dari banyaknya pulau, sehingga masyarakat yang ada memiliki perbedaan dengan masyarakat yang lainnya. Perbedaan yang ada pada masyarakat dapat berupa ras, suku, agama, budaya, dan adat istiadat.
Setiap daerah di Indonesia pada umumnya memiliki ciri khasnya masing-masing, seperti makanan khas, budaya khas, pakaian, dan yang lainnya. Hal ini menjadikan setiap daerah yang ada di Indonesia berpotensi untuk menjadi tempat wisata, baik bagi wisatawan lokal maupun wisatawan Internasional.
Dengan adanya perbedaan ini di masyarakat, tak jarang ada sebagian masyarakat yang tidak bisa menerima perbedaan tersebut, bahkan ada beberapa orang yang menganggap budaya mereka merupakan budaya yang terbaik. Penolakan perbedaan tersebut biasanya berujung penghinaan dan konflik.
Dengan adanya konflik perbedaan antar masyarakat, maka terciptalah golongan-golongan masyarakat sendiri, seperti contohnya masyarakat dengan suku Jawa hanya akan bergaul dengan masyarakat suku Jawa lainnya. Hal ini tentu saja akan mengganggu hubungan sosial dengan masyarakat yang lainnya.
Film merupakan sebuah karya atau ciptaan yang berupa gambar bergerak dan menceritakan tentang suatu hal tertentu, baik cerita fiksi maupun non-fiksi. Film dibuat dengan tujuan untuk menghibur masyarakat, tetapi tak jarang juga terdapat nilai-nilai yang bermakna di dalam film.
Film juga sering dianggap sebagai media komunikasi kepada masyarakat dengan cara menyelipkan nilai-nilai tertentu di dalam film. Dengan menonton film masyarakat dapat memperluas ilmu pengetahuan dan wawasannya, serta dapat mengetahui hal-hal baru.
Di dalam film juga sudah terdapat batasan usia, sehingga masyarakat dapat menyesuaikan film apa yang pantas dan tidak pantas untuk ditonton. Hal ini juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang belum dapat dipahami oleh anak usia tertentu, oleh karena itu pembatasan usia sangat diperlukan.
Dalam film-film tertentu, memang ada beberapa sutradara yang sengaja untuk membuat suatu cerita, dengan maksud ingin menunjukkan secara langsung sebab dan akibat yang dapat terjadi dalam suatu masalah.
Dengan begini masyarakat yang menonton film tersebut menjadi tahu solusi jika masalah tersebut benar-benar terjadi dan film tersebut juga dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat.
Pada kasus ini teori yang dipilih adalah multikulturalisme dan inklusivitas pada film. Multikulturalisme merupakan sebuah pemikiran dimana setiap orang menjunjung tinggi adanya perbedaan. Inklusivitas merupakan sebuah sudut pandang yang bertujuan untuk menyamaratakan posisi setiap orang yang ada di dalam masyarakat untuk menyelesaikan suatu permasalahan.
Menurut Azyumardi Azra (2007) multikulturalisme merupakan sebuah pandangan hidup yang mengedepankan kebersamaan atas adanya perbedaan, baik perbedaan agama, politik, hingga suku bangsa. Dengan kata lain multikulturalisme merupakan suatu tindakan menghargai perbedaan atau biasa disebut dengan toleransi.
Pada kasus ini metodologi yang dipilih adalah analisis teks, yaitu dengan cara menganalisis film-film yang mengandung nilai-nilai dari teori yang akan dikemukakan. Analisis dilakukan dengan cara mencari nilai yang terkait dengan teori dalam film dan menghubungkannya dengan isu sosial yang ada. Film yang akan dianalisis adalah film The Suicide Squad (2021) dan Avengers: Endgame (2019).Â
Kedua film tersebut merupakan film yang mengandung nilai multikulturalisme dan inklusivitas. Oleh karena itu, kedua film tersebut akan dibahas dalam kasus ini.
Film The Suicide Squad (2021) merupakan salah satu film yang mengandung adanya teori multikulturalisme. Di dalam film tersebut terdapat sebuah kelompok yang terdiri dari berbagai macam latar belakang yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan tidak dapat dijadikan sebagai alasan penghambat dalam bekerja sama.
Sebuah kelompok dapat berjalan jika semua anggotanya memiliki tujuan dan ambisi yang sama, dengan begitu perbedaan bukan menjadi penghalang bagi kelompok untuk mencapai tujuannya. Di dalam kelompok juga harus terdapat seseorang yang memimpin, guna untuk mengatur arah tujuan dari kelompok tersebut.
Dengan adanya perbedaan kita dapat mengisi kekurangan satu sama lain, sehingga kelompok yang ada dapat mencapai suatu kesempurnaan tertentu. Terlebih lagi dalam menghadapi masalah, kelompok tersebut dapat saling membantu satu sama lain, sehingga masalah dapat dengan cepat terselesaikan.
Hal ini juga tidak terlepas dari kepercayaan terhadap satu sama lain di dalam kelompok tersebut. Di dalam kelompok kita harus bisa membangun kepercayaan terhadap orang lain, agar tidak mudah terjadi konflik di dalam kelompok tersebut.
Kunci utama dalam multikulturalisme adalah sikap saling menghormati dan menghargai satu sama lain, sehingga mulai muncul rasa kepercayaan terhadap satu sama lain, yang nantinya rasa kepercayaan itu akan membuat kerja sama suatu kelompok menjadi lebih mudah. Dengan begitu lama-kelamaan di dalam kelompok tersebut akan terjalin hubungan tersendiri, bahkan dapat menjadi hubungan saudara atau teman dekat.
Contoh film lainnya yang juga mengandung nilai multikulturalisme adalah Guardians of the Galaxy (2014) karya Marvel Cinematic Universe.
Film Avengers: Endgame (2019) merupakan salah satu film yang mengandung adanya teori inklusivitas. Di dalam film tersebut terdapat sekumpulan pahlawan yang berperang melawan suatu karakter jahat yang cukup kuat. Hal ini menunjukkan bahwa adanya posisi yang sama atau setara dalam sekumpulan pahlawan tersebut dalam melawan karakter jahat.
Posisi yang atau kedudukan yang sama tersebut ada berdasarkan kesamaan tujuan untuk melawan karakter jahat dan menyelamatkan banyak orang atau menjadi pahlawan. Sekumpulan pahlawan tersebut sama-sama berjuang, bahkan bekerja sama untuk dapat menolong banyak orang.
Di dalam kelompok tersebut, masing-masing pahlawan memiliki kekuatannya sendiri, sehingga setiap pahlawan memiliki kelebihan dan juga kekurangan. Kemauan yang besar terhadap menolong banyak orang menjadi motivasi bagi setiap individu untuk melakukan kerja sama.
Posisi atau kedudukan yang setara membuat sebuah kelompok menjadi jalan selaras dengan satu sama lain, tanpa adanya hierarki di dalam kelompok tersebut. Hal ini menjadi nilai plus tersendiri bagi kelompok tersebut, karena di dalam kelompok tersebut tidak ada ketergantungan terhadap satu sama lain.
Setiap orang di dalam kelompok tersebut juga menjadi memiliki tugasnya masing-masing dan bergerak secara mandiri tanpa perlu disuruh oleh pemimpin kelompok, karena semua anggota memiliki posisi yang setara.
Jadi pada dasarnya memang terdapat berbagai film yang mengandung nilai-nilai multikulturalisme dan inklusivitas, seperti pada contoh film di atas. Tidak hanya kedua nilai itu saja, film juga dapat mengandung nilai-nilai, seperti ketulusan, cinta kasih dan lain sebagainya.
Film-film tersebut dibuat dengan tujuan utama untuk menghibur para penonton, tetapi di dalam film tersebut terdapat nilai-nilai yang diselipkan oleh penulis cerita atau sutradara. Kita sebagai masyarakat dapat melihat film tersebut sebagai bahan pembelajaran, khususnya dalam kehidupan sosial masyarakat.
Dengan begini film bisa dikatakan sebagai media pembelajaran secara tidak langsung bagi masyarakat yang menonton film tersebut. Oleh karena itu alangkah baiknya kita mengambil pelajaran-pelajaran positif dari film dan menjadikan pelajaran-pelajaran negatif sebagai pengalaman, agar tidak terjadi di kemudian harinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H