Mohon tunggu...
Laurendra EkasariPutri
Laurendra EkasariPutri Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Suka tidur

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gajah Mada Bergelut dalam Takhta dan Angkara

9 September 2023   22:25 Diperbarui: 9 September 2023   22:33 1783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

* Orientasi 

Duka mendalam di kaki langit, duka sekali lagi membungkus mata hati.

Banyak sekali hal yang dicatat Pancaksara. Kesedihan yang terjadi pada peristiwa sembilan belas tahun yang lalu, yang ditulis berdasarkan kisah yang di ceritakan ayahnya. Peristiwa itu terjadi Pancaksara masih belum bisa dibilang dewasa.

Tahun 1309, rakyat berkumpul di alun-alun. Semua berdoa, apapun warna agamanya. Semua arah perhatian ditujukan dalam satu pandang, ke Purawaktra yang tidak dijaga ketat. Para prajurit bersikap sangat ramah kepada siapapun karena memang demikianlah sikap keseharian mereka. Para prajurit merasakan gejolak yang sama, duka mendalam atas gering yang di derita Kertarajasa Jayawardhana.

* Pengungkapan peristiwa

Ketika bende Kiai Samudra dipukul bertalu, tangis serentak membuncah. Ayunan pada bende yang getar suaranya mampu menggapai sudut-sudut kota merupakan isyarat yang sangat dipahami. 

Namun, berjarak sedikit lebih lana dari isyarat kebakaran merupakan pertanda Sang Prabu mangkat. Semua orang yang mendengar isyarat tersebut merasa denyut jantungnya berhenti berdetak.

Di bilik pribadinya, Sang Prabu Kertarajasa Jayawardhana yang ketika masih muda dikenal dengan sebutan Raden Wijaya membeku. Empat dari lima istrinya meledakkan tangisannya.

* Menuju konflik

Yang mencuri perhatian bukan hanya soal desas-desus itu saja. Sepeninggalan Kalagemet Sri Jayanegara dengan segera muncul pertanyaan, siapa yang akan naik takhta untuk menggantikannya.

Dua pewaris yang masing-masing berwajah cantik itu memang bersih, tetapi apa yang kita lihat tidak sesederhana yang kita tampak. Pancaksara bahkan melihat persaingan yang sangat amat tajam akan terjadi, terutama riuh barisan orang-orang di belakang Kudamerta dan barusan orang-orang di belakang Cakradara. Bagaimana dengan yang bersangkutan? Karena istrinya ratu pewaris takhta tidak mengubahnya ikut numpang mewarisi takhta itu sendiri. 

* Puncak konflik

"Siapa yang terbunuh di Bale Gringsing?"

"Lurah Prajurit Ajar Langse," jawab Bhayangkara Macan Liwung. Gajah Mada menarik napas lega setelah mengetahui bukan Gajah Enggon yang terbunuh di Bale Gringsing. Akan tetapi, bahwa pembunuhan yang terjadi di tempat itu membuat Gajah Mada penasaran. Apalagi yang terbunuh adalah Ajar Langse yang belum lama berpapasan dengan dirinya.

* Resolusi

Balai Prajurit sangatlah ramai. Berita mengenai ditangkapnya pemimpin orang-orang yang berniat melakukan makar dengan cepat menyebar. Ketika melintas Pasar Daksina prajurit Bhayangkara yang membawa pulang pimpinan pemberontak yang tertangkap di Karang Watu, maka dengan cepat berita itu menyebar ke penjuru kota. Lebih-lebih ketika hari merambat siang tawanan dalam jumlah lebih banyak diangkut dengan menggunakan kereta kuda menuju kotaraja dibawah pengawalan gabungan pasukan Jalapati dan Salu Bayu. Menurut kabar, yang tertangkap sebenernya lebih banyak lagi, namun masih menempuh perjalanan dengan berjalan kaki.

Gajah Mada berada di Antawulan saat mendapat beberapa laporan dari Lembu Pulung. Bhayangkara Gagak Bongol yang memimpin kerja besar pencandian dan pengarcaan Jayanegara di beberapa tempat sekaligus menyimak pembicaraan antara Gajah Mada dan Lembu Pulung, termasuk Bhayangkara Gajah Geneng dan Macan Liwung yang datang menyusul. Dengan singkat dan jelas Lembu Pulung menuturkan apa yang terjadi.

"Begitulah, Kakang. Dalam penyergapan itu kami berhasil menangkap Raden Panji Rukmamurti yang menjadi pimpinan gerakan makar itu. Namun, tidak berhasil menangkap Rangsang Kumuda," kata Lembu Pulung. 

"Tak apa. Rangsang Kumuda atau Pakering Suramurda sudah mati. Semalam kami hampir berhasil menyergapnya hidup-hidup, tetapi ada orang yang tak dikenal mendahului melepas anak panah. Siapa Raden Panji Rukmamurti itu?.

* Koda

Dyah Menur berbalik dengan memejamkan matanya. Dyah Menur Hardiningsih yang menggendong anaknya dan Pradhabasu yang juga menggendong anaknya, berjalan makin jauh ke arah surya di langit barat. Dan sang waktu sebagaimana kodratnya akan mengantarkan kemanapun mereka melangkah. Sang waktu pula yang menggilas semua peristiwa menjadi masa lalu.

* Amanat

Lakukanlah apa yang kalian inginkan. Tidak ada yang dapat memaksakan kehendak kalian untuk melakukan hal-hal yang benar. Kebebasan bertanggung jawab dan cinta tidak dapat dipaksakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun