Jek sedikit kaget. Bukan karena penolakan dari si gadis, tapi Jek merasa ada sensasi aneh ketika tangannya bersentuhan dengan tangan si gadis. Selama lima menit Jek dan si gadis saling menatap. Hasrat akan fantasi liarnya mulai berbenturan dengan rasa kasihan sekaligus simpati sungguhan sekaligus entahlah Jek juga tidak mengerti. Jek sesaat bimbang, tapi fantasi liar kembali sukses mengambil alih.
"Ikut abang aja mau?”
“Ke mana?”
“Jalan aja ke situ. Bisa istirahat atau tidur kalau memang ga mau pulang.” Jek menunjuk ke arah jalan menuju kontrakannya.
Si gadis diam tidak bereaksi. Tanda penolakan. Jek diam dan akhirnya memutuskan menyerah. Dia bangkit berdiri dan berjalan meninggalkan si gadis. Tapi si gadis malah ikut berdiri dan mengikut Jek. Jek dan si gadis berjalan beriringan. Fantasi liar kembali bermain-main di kepala Jek.
“Punya nama?”
“Punya.”
“Siapa?”
“Ayi”
Jek tidak dapat menahan diri untuk tidak menyentuh Ayi sekali lagi. Digandengnya tangan Ayi dan dirangkul pinggangnya, berharap sensasi ajaib yang tadi sempat dirasakan dapat kembali lagi.
"Biar mereka ga ganggu kamu," Jek berbisik memberi alasan rangkulannya ketika mereka berjalan melewati kelompok pengamen terminal. Salah satu dari mereka mengoda dan memberi isyarat goyangan pinggang. Jek hanya membalas dengan mengacungkan jari tengah sambil jalan lalu.