[caption id="attachment_361301" align="aligncenter" width="537" caption="www.etsairportshuttle.com"][/caption]
Selama ini saya sering mendengar betapa arogannya pihak kedutaan Amerika dalam hal pengurusan visa. Sebab-sebab ditolak yang katanya akibat nama yang terlalu Islami, penampilan terlalu Islami (misalnya jilbab lebar atau jenggot), atau jumlah saldo rekening yang kurang, perlakuan staf kedutaan yang jutek, dan segala macam.
Memang Amerika bukanlah impian terbesar saya. Gara-gara sejak kecil dicekoki novel-novelnya Enid Blython, saya ngimpi dan ngayal pengen ke Inggris. Tapi bukannya nggak mau ke Amerika, loh. Kalau ada peluang kenapa nggak? Meski nggak pede apakah visa bakal di-approved karena berbagai hal.
Hingga tiba masanya, datang undangan tampil untuk Coach saya, Teh Irma (www.irmarahayu.com) di New York, Amerika. Undangan dari Imam Shamsi Ali, seorang Indonesia yang sukses berdakwah di negeri Uncle Obama. Direktur Jamaica Muslim Center, Queens-New York dan Presiden Nusantara Foundation. Kebetulan saya yang mengedit memoar beliau, Menebar Damai di Bumi Barat (Noura Books) dan setelah beliau tau kiprah Teh Irma, tertarik mengundang di bawah naungan Nusantara Foundation. Awal undangan bulan Agustus lalu, namun karena berbagai hal, diundur Oktober mendatang.
Begitu surat undangan tiba, mulailah saya, Teh Irma, dan seorang teman dari Dompet Dhuafa kasak-kusuk bagaimana mengurus Visa USA. Oleh Imam Shamsi, saya diberikan nomor telp seseorang yang pernah meliputnya di Amerika, dari sebuah production house, untuk berkonsultasi tentang visa. Darinya saya mendapatkan nomor telepon agen visa.
Sebenarnya nggak susah sih mengurus sendiri, teman yang pernah ke USA memberikan link form visa USA. Namun karena ini pengalaman pertama, saya dan Teh Irma memutuskan pakai agen. Toh fee agennya juga nggak mahal, hanya 200 ribu. Sementara biaya visanya US$ 160.
Mulai deh deg-degan dimulai. Err... lebih ke saya yang deg-degan sih, Teh Irma, biangnya pede mah nyantai... berkali-kali dia bilang ke saya,"Rileks aja kenapa si?"
Hehehe, maklum pengalaman pertama dan sudah dikuasai ilusi betapa menyeramkannya kedutaan Amerika *lebay dah*
Cici dari agen yang membantu kami mengurus visa, mengirimkan berkas formulir dan prasarat yang dibutuhkan. Karena kami undangan, maka dibutuhkan surat dari Imam Shamsi Ali, dan surat sponsor. Nah, di sini seni keyakinannya terhadap Allah diuji.
Sampai menjelang wawancara, surat sponsor (yang menyatakan membiayai semua kegiatan itu) tak jua tiba. Sementara saya nggak pede sangat kalau rekening 3 bulan terakhir diperiksa pihak kedutaan wkwkwkwk.... Maklum... dengar-dengar harus saldo sekian untuk mengurus visa, sebagai jaminan nggak bakalan tertantar di sana dan nggak menyalahgunakan visa (misalnya jadi imigran gelap, dengan bekerja di USA).
Sementara Imam Shamsi sudah dua kali ke Indonesia (semenjak saya mengenal beliau) dan kami selalu menyempatkan silaturahmi. Kedatangan beliau terakhir kemarin, beliau bahkan bersua dengan duta besar Amerikanya. "Nah tuh... tanda-tanda visa kita di-approved," Teh Irma pernah berkata.
Mungkin emang saya yang lebay ya hahaha, selasa kemarin (23/9), saya dan Teh Irma jam 8 kurang (pagi) sudah tiba di kedutaan Amerika. Sementara teman dari Dompet Dhuafa mengurus belakangan. Karena masih pagi, antrian tidak membludak. Kami disambut petugas satpam yang ramah dan meminta bukti konfirmasi wawancara, selanjutnya kami menghampiri petugas wanita di depan loket (masih di luar pagar kedutaan) yang memeriksa kelengkapan dokumen dan meminta item-item yang dianggap 'berbahaya' dikeluarkan dalam tas dan ditempatkan ke sebuah wadah nampan kecil.
Item yang keluar dari tas kami antara lain:
HP, power bank, charger, kabel, permen, benda cair (bodymist, cairan pembersih kacamata, body lotion), USB, cairan antiseptik pembersih tangan, dan modem.
Kemudian kami membuka gerbang besi dan masuk ke dalam. Di sana ada alat screening macam di bandara. Semua bawaan kami discan. Yang lucu perman.
"Bu, ini permennya nggak bisa masuk ke lemari penitipan dan nggak boleh dibawa masuk. Kalau mau habiskan sekarang," kata petugas. Buseeet... permen kami masih banyak bingits... akhirnya, "Ya udah deh tinggal aja, rezeki petugas sini dapat banyak permen," saya ketawa. Setelah masing-masing mengulum beberapa permen buat menyegarkan napas, kami masuk ke dalam.
Kami tiba di ruang tunggu. Di sana banyak bangku-bangku panjang dan ada beberapa loket dengan petugas orang Indonesia yang memeriksa kelengkapan dokumen kami. Mereka menanyakan nama, paspor, tujuan ke Amerika, dan memberikan nomor kelompok antrian. Mbaknya sangat ramah, kami bahkan tertawa-tawa saat proses wawancara berlangsung. Kami dapat no kelompok 16.
Selanjutnya... duduk lagi menunggu dipanggil. Sekali panggil 5 kelompok. Begitu kelompok 16 sampai 20 dipanggil, kami beranjak, masuk ke sebuah ruangan ber-AC. Di sana kami cap 10 jari dulu, kemudian duduk lagi menunggu wawancara terakhir dengan para bule Amerika.
Jrenk... jrenk... jrenk... sudah diperingati mereka yang mengurus visa termasuk agen, "Mendingan sok-sok bahasa Inggris pas-pasan aja, kalau disuruh milih wawancara pakai bahasa Inggris or Indonesia, pilih Indonesia aja,"
Ah, untunglah Inggris saya nggak jago-jago banget kok. Dan ternyata, para bule itu bisa bahasa Indonesia. Jadi ya sudah, kami pun pakai bahasa Indonesia. Kami ditanya lagi soal nama di paspor, paspor lama (bila ada), negara yang pernah dikunjungi, status perkawinan, dan surat undangan. Alhamdulillah... rekening bank nggak ditanya hahaha. Bahkan surat sponsor nggak ditanya! Bagian yang paling buat saya deg-degan.
Setelah wawancara kami langsung dapat selembar kertas bertuliskan, "Congratulation, your US Visa has been approved". Visa dan paspor akan siap dalam tiga hari ke depan. Cepat ya.
Huaaa lega... Amerika... we're coming.
Ternyata kedutaan Amerika sudah tak menyeramkan seperti dulu. Mungkin karena perekonomian mereka lagi bermasalah, sehingga mereka mempermudah pengurusan visa. Bahkan bagi muslimah berjilbab, nggak usah khawatir, sudah bisa foto dengan jilbab menutup, nggak harus kelihatan telinga lagi seperti sebelumnya. Pihak agen tadinya ragu-ragu apakah kami harus menunjukkan telinga, tapi Teh Irma keukeuh meyakinkan mereka kalau tak mengapa kami tak menunjukkan telinga.
Ketika saya menulis status FB soal ini, penulis Helvy Tiana Rosa berkomentar kalau zamannya dia mengurus visa dulu masih sulit, karena persoalan jilbab, sampai Ratna Sarumpaet mati-matian membelanya dan akhirnya visanya lolos.
Nah, bagi yang mau mengurus visa USA, sekarang Insya Allah lebih mudah. Seabrek persyaratan lebih baik dipenuhi walau kalau beruntung nggak ditanya. Di antaranya:
KTP, KK, Paspor masa berlaku minimal 6 bulan, Paspor lama bila ada, akte kelahiran, akta nikah bila sudah nikah, pas foto 5x5, surat undangan dan sponsor bila ada (bahasa Inggris), buku tabungan, surat keterangan dari kantor yang menerangkan jabatan, masa jabatan, gaji bulanan, dan keterangan masa cuti (bahasa Inggris).
Setelah itu banyak-banyaklah berdoa dan tingkatkan keyaninan pada Allah, karena saya merasakan banget karena berbagai kendala yang timbul, saat tak bisa menyelesaikan semua persoalan sendiri, balik deh pasrah ke Allah.
Kalau mengurus langsung, sepertinya bisa via link ini atau via agen.
Amerika...New York... tunggu sayaaah....
Silahkan mengurus dan gapai mimpi Anda... tsaaah ala motivator bingits gue.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H