Beruntung saya memiliki kegemaran menulis diary. Saya sering menuliskan ‘skenario secara mental’ keadaan yang saya inginkan ketika akan menghadapi sebuah kondisi yang harus saya hadapi. Alih-alih menepis stres akibat bayangan buruk yang akan saya terima.
Misalkan besok saya harus mempresentasikan sebuah project. Malamnya, setelah mempersiapkan semua materi, saya pun menuliskan skenario keadaan yang saya inginkan. Layaknya meditasi, saya menggambarkan situasi yang saya harapkan terjadi, orang-orang yang menyenangkan yang akan saya temui, kondisi santai dan nyaman saat terjadi diskusi, dan yang pasti pesan saya sampai dan target pun tercapai dengan penuh kegembiraan.
Ajaib! Kadang apa yang saya gambarkan itu sesuai dengan kondisi yang saya harapkan. Kalaupun tidak, bawaannya saya ngerasa nyaman aja. Dan pada saat situasinya menjadi nyaman, semuanya pun mengalir dengan mudah.
Demikian juga ketika saya harus memimpin rapat, atau berpidato dalam sebuah kegiatan organisasi. Semuanya berjalan dengan lancar apabila terlebih dahulu kita menggambarkan keadaan menyenangkan yang kita kehendaki dengan menuliskannya. Dari situ lah saya mulai kecanduan menulis. Menulis bagi saya sebuah terapi atas ketidakpedean saya. Menulis bagi saya adalah upaya membalik keadaan dimana sesuatu yang tidak saya sukai menjadi hal yang menyenangkan. Dan menulis pun akhirnya menjadi sebuah kebutuhan.
Seperti kejadian tadi pagi, di mana saya harus menelpon seseorang yang juteknya minta ampun. Entah dosa apa leluhur saya terhadap leluhurnya sehingga saya harus menerima karma dijutekin melulu sama si ibu satu ini. Sebenernya, kalau bukan karena tugas dan kewajiban sebagai warga negara yang baik, saya ogah banget nelpon dia. Tapi, come on, Ra..... Oke oke...
Saya mulai menuliskan skenario secara mental guna menaklukan ‘singa gunung’ ini. Sip! Ready to win. Tinggal telepon.
“Hallooo....” suara sengaja saya bikin ceria karena saya berkeyakinan itu akan menular pada lawan bicara.
Belum dijawab, saya sudah langsung nyerocos lagi: “Aduuh, apa kabar Bu? Suara Ibu indah banget pagi ini... Pasti Ibu yang selalu tampil cantik ini hatinya sedang bahagia... Bu..Bu, tau gak, kenapa matahari selalu menyinari bumi? Itu pasti karena kecan....”
“Ibu mau bicara dengan siapa?” terdengar suara laki-laki di seberang telepon. memotong dengan nada dingin.
“Lho, ini bukan Bu P.....”
“Bukan... Salah sambung!” Telepon pun ditutup.