Mohon tunggu...
Laura Irawati
Laura Irawati Mohon Tunggu... Direktur Piwku Kota Cilegon (www.piwku.com), CEO Jagur Communication (www.jagurtravel.com, www.jagurweb.com) -

Mother, with 4 kids. Just living is not enough... one must have sunshine, most persistent and urgent question is, 'What are you doing for others?' ;)

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pengalamanku Mendapatkan Keajaiban dari Menulis

28 Maret 2016   20:42 Diperbarui: 28 Maret 2016   22:04 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Alfred Hitchcock (lee-howard-art.deviant..com)"][/caption]

Profesor Pebrianov di artikelnya http://www.kompasiana.com/pebrianov/keajaiban-menulis-artikel-masa-kini_56f808c1a5afbd2e09a36e8f berfatwa: “Dunia ada dalam genggaman Anda. Itu bukan sekedar moto iklan, tapi sudah menjadi realitas nyata. Cakeeep....!

Kemudian si Profesor melanjutkan: “Bermula menyimak dunia, maka pemikiran-pemikiran dalam diri akan muncul "Kenapa? Siapa? Bagaimana? Dimana? Mengapa?" Tanpa disadari anda akan mencari tahu dengan rentetan link-nya untuk memenuhi rasa haus informasi tadi. Jangan remehkan, semua itu adalah 'bahan dasar’ anda menulis!”

 Dan yang terakhir ini saya nulisnya sembari merem. Abis ungkapannya itu lho.... Planet Kenthir bangeet. “Biarkan pikiran anda bersenggama dengan setiap kalimat yang tertulis. Biarkan kenikmatan menjalari pikiran dan detak jemari Anda pada keyboard. Anda akan rasakan 'trance yang luar biasa'. Jangan berhenti sampai anda klimaks.”

Setuju banget deh dengan fatwa-fatwanya si Profesor ini. Tapi yang akan saya tulis disini bukan tentang dunia yang ada dalam genggaman, melainkan bagaimana keajaiban menulis dapat membalik keadaan. Merubah penderitaan menjadi anugerah.

Saya pernah baca kisah tentang seorang anak yang mengidap schizophrenia (Maaf, saya lupa judul bukunya). Si anak dihantui oleh bayangan menakutkan tentang berbagai kejadian yang tidak nyata. Oleh psikiaternya ia disuruh menuliskan semua ketakutannya itu. Dan sebagaimana teori si Profesor, si anak membiarkan kenikmatan menjalari pikiran dan detak jemarinya merasakan 'trance yang luar biasa' tak berhenti sampai klimaks.

Memang tak diceritakan apakah anak tersebut sembuh dari schizophrenia-nya. Tapi kelak dunia mengenal nama anak itu sebagai Sir Alfred Hitchcock, penulis cerita misteri top dunia yang digelari The Master of Suspense.

Diperlakukan secara kejam oleh ayahnya, seorang anak yang menderita dan kesepian menciptakan teman-teman hewan khayalannya menggunakan pena dan kertas. Dia menulis dan menggambar semua hewan khayalnya itu dapat bercakap-cakap layaknya manusia. Dan di kemudian hari orang mengenal dia dengan nama Walt Disney. 

Saya bukan penulis. Nulis di Kompasiana juga lebih banyak ber-hahahihi-nya ketimbang nulis yang berat-berat menggunakan logika ilmiah. Itu mungkin sebabnya admin pelit jarang kasih HL di tulisan saya. Admin K ini kan menurut Mas Felix Tani benci banget dengan humor. Cepet tua lho, Min.

Terdorong nafsu (Ups!) gara-gara baca tulisan si Profesor itu, saya ingin berbagi pengalaman tentang keajaiban menulis. Mudah-mudahan enak dibaca. Kalau gak enak, kasiin kucing aja... Hehe

Saya sebenarnya terlahir gak pedean. Sewaktu sekolah dan semasa kuliah dulu kalau disuruh berbicara di depan publik, wow, bencana terbesar dalam hidup saya. Pendekya kalau disuruh milih antara harus berbicara di depan publik atau disuruh milih uangnya aja, saya pasti akan milih uangnya aja...

Beruntung saya memiliki kegemaran menulis diary. Saya sering menuliskan ‘skenario secara mental’ keadaan yang saya inginkan ketika akan menghadapi sebuah kondisi yang harus saya hadapi. Alih-alih menepis stres akibat bayangan buruk yang akan saya terima.

Misalkan besok saya harus mempresentasikan sebuah project. Malamnya, setelah mempersiapkan semua materi, saya pun menuliskan skenario keadaan yang saya inginkan. Layaknya meditasi, saya menggambarkan situasi yang saya harapkan terjadi, orang-orang yang menyenangkan yang akan saya temui, kondisi santai dan nyaman saat terjadi diskusi, dan yang pasti pesan saya sampai dan target pun tercapai dengan penuh kegembiraan.

Ajaib! Kadang apa yang saya gambarkan itu sesuai dengan kondisi yang saya harapkan. Kalaupun tidak, bawaannya saya ngerasa nyaman aja. Dan pada saat situasinya menjadi nyaman, semuanya pun mengalir dengan mudah.

Demikian juga ketika saya harus memimpin rapat, atau berpidato dalam sebuah kegiatan organisasi. Semuanya berjalan dengan lancar apabila terlebih dahulu kita menggambarkan keadaan menyenangkan yang kita kehendaki dengan menuliskannya. Dari situ lah saya mulai kecanduan menulis. Menulis bagi saya sebuah terapi atas ketidakpedean saya. Menulis bagi saya adalah upaya membalik keadaan dimana sesuatu yang tidak saya sukai menjadi hal yang menyenangkan. Dan menulis pun akhirnya menjadi sebuah kebutuhan.

Seperti kejadian tadi pagi, di mana saya harus menelpon seseorang yang juteknya minta ampun. Entah dosa apa leluhur saya terhadap leluhurnya sehingga saya harus menerima karma dijutekin melulu sama si ibu satu ini. Sebenernya, kalau bukan karena tugas dan kewajiban sebagai warga negara yang baik, saya ogah banget nelpon dia. Tapi, come on, Ra..... Oke oke...

Saya mulai menuliskan skenario secara mental guna menaklukan ‘singa gunung’ ini. Sip! Ready to win. Tinggal telepon.

“Hallooo....” suara sengaja saya bikin ceria karena saya berkeyakinan itu akan menular pada lawan bicara.

Belum dijawab, saya sudah langsung nyerocos lagi: “Aduuh, apa kabar Bu? Suara Ibu indah banget pagi ini... Pasti Ibu yang selalu tampil cantik ini hatinya sedang bahagia... Bu..Bu, tau gak, kenapa matahari selalu menyinari bumi? Itu pasti karena kecan....”

“Ibu mau bicara dengan siapa?” terdengar suara laki-laki di seberang telepon. memotong dengan nada dingin.

“Lho, ini bukan Bu P.....”

“Bukan... Salah sambung!” Telepon pun ditutup.

Ealaah... Rupanya salah nomor. Mau nelpon Bu P kok malah nyasar ke Pak Salah Sambung ya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun