[caption caption="Sumber Gambar: mnn.com"][/caption]
Christopher Columbus adalah seorang penjelajah Italia yang melakukan pelayaran melintasi Samudra Atlantik dan menemukan benua Amerika. Pada tanggal 30 Juni 1503, seperti dalam catatan Ferdinad puteranya, Columbus dan 2 kapal layar kecilnya terdampar di pantai Jamaika.
Penduduk asli Jamaika awalnya menyambut damai Colombus serta awak kapalnya dan memberi makan orang-orang Eropa ini, tapi akibat perbedaan budaya antara penduduk asli dan para pelautnya terjadilah konflik yang mengancam nyawa Columbus dan awak kapalnya.
Colombus yang memiliki sebuah tabel astronomi yang dibuat oleh Abraham Zacuto berisi peristiwa-peritiwa astronomi pada tahun 1475-1506 mengetahui akan adanya gerhana bulan. Dia pun menggunakan pengetahuannya untuk kepentingan dan keselamatan krunya .
Columbus meminta bertemu dengan Cacique, pemimpin penduduk asli Jamaika dan mengatakan bahwa dewanya telah marah karena perlakuan penduduk asli tersebut. Colombus berkata dewa akan memberikan sebuah tanda yang jelas atas ketidak-senangannya dengan membuat bulan tampak terbakar dengan kemarahan.
Ketika terjadi gerhana persis seperti ancaman Columbus, penduduk asli sangat ketakutan. “Dengan teriakan dan ratapan yang keras mereka berlari dari segala arah menuju ke kapal-kapal, membawa banyak makanan, memohon dengan sangat supaya Admiral Colombus menjadi penengah antara mereka dan dewa, supaya dewa tidak menumpahkan amarahnya pada mereka...” demikian Ferdinand menulis tentang kejadian tersebut.
Colombus masuk ke dalam kabinnya untuk ‘berdoa pada dewa’, tapi sebenarnya ia memperhatikan jam pasirnya dengan seksama untuk menghitung waktu gerhana bulan terjadi. Tepat sebelum 48 menit gerhana terjadi, Colombus mengatakan pada penduduk asli bahwa mereka telah dimaafkan. Lalu bulan pun kembali muncul seperti biasa menerangi bumi.
Kisah Columbus di atas kok lebih mirip kisah-kisah dalam fabel Si Kancil yang Cerdik ya, lucu dan menggelikan. Tapi itulah mungkin yang terjadi saat ilmu pengetahuan belum dipahami secara luas oleh manusia saat memaknai fenomena alam.
Peristiwa gelapnya jagat raya ketika gerhana melahirkan banyak mitos di berbagai belahan dunia, bahkan di Nusantara ini. Secara garis besar cerita mitologi gerhana yang dituturkan dari generasi ke generasi memiliki kemiripan meskipun berasal dari daerah yang berbeda. Gerhana dianggap sebagai satu peristiwa dimana matahari dimakan oleh makhluk tertentu lalu penduduk bumi harus membuat bunyi-bunyian untuk mengusir makhluk tersebut.
Simak infografis di bawah ini mengenai mitos-mitos gerhana matahari yang ada di Indonesia:
[caption caption="Olah Data: Rina Nurjanah, Suber: Lapan, Grafis: Deisy"]
Peristiwa gerhana matahari total bukanlah yang pertama kali terjadi di Indonesia. Yang paling menghebohkan terjadi pada 11 Juni 1983. Sebab, kala itu fenomena astronomi tersebut ditayangkan secara langsung oleh TVRI.
Namun, karena kurangnya informasi dari pemerintah pada waktu itu menyebabkan terjadinya pembodohan massal, dengan mengatakan 'awas, hati-hati gerhana bisa membutakan mata'. Bahkan, ada yang bertindak ekstrem sampai-sampai menutup seluruh jendela, dan ada di suatu daerah mata hewan-hewan penghuni kebun binatang ditutup agar tak buta.
Menurut Peneliti Utama Astronomi dan Astrofisika Lapan, Thomas Djamaluddin, gerhana matahari total adalah fenomena yang luar biasa dan bukan peristiwa penuh marabahaya. “Matahari sama seperti yang kita lihat kok. Yang membahayakan itu, kalau kita tidak berhati-hati melihatnya," kata Alumni Kyoto University itu seperti dikutip di http://news.liputan6.com/read/2412593/pembodohan-massa-soal-gerhana-matahari-total-1983
Pada saat gerhana sebagian, secara refleks mata sudah merasa silau. Maka jangan dipaksakan atau berlomba melihat matahari secara langsung. Itu sangat berbahaya. Saat gerhana total terjadi justru paling bagus melihat langsung tanpa kaca mata, tak perlu pakai filter.
Thomas juga mengungkapkan, gerhana matahari total 2016 yang akan terjadi pada 9 Maret mendatang merupakan yang pertama terjadi pada Abad ke-21 di Indonesia. Gerhana matahari berikutnya akan terjadi di Indonesia pada 2019, yakni gerhana matahari cincin. Sementara, gerhana matahari total berikutnya baru melintas di wilayah Nusantara pada 20 April 2023.
Nah, Pemirsah... demikian sekelumit info tentang gerhana matahari total yang akan kita saksikan pada 9 Maret 2016 nanti, semoga bermanfaat.
Jangan lagi sebuah peristiwa alam dijadikan sebagai bahan fitnahan politik. Misalkan terjadi sebuah bencana kemudian oleh kader partai anu dikait-kaitkan karena kita salah memilih pemimpin, bahwa Tuhan marah pada Jokowi, dan blablabla... Primitif banget.
Jadi, pada pilgub DKI nanti, apabila ada ‘columbus-columbus’ dari partai anu atau timses pasangan anu yang menginformasikan bahwa makna di balik sebuah gerhana matahari ini adalah sebuah peringatan agar jangan memilih si anu karena berasal dari etnis anu dan beragama anu, jangan dengerin! Kita bukan orang primitif seperti penduduk Jamaica yang diceritakan dalam kisah di atas.
Hehe... lebay ya? Itu juga apabila ada lho. Met wiken.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H