Puncaknya ketika Sekretaris Jenderal PPP kubu Djan Faridz, Achmad Dimyati Natakusumah, menyatakan bahwa ia merasa partainya tidak merasakan manfaat bergabung dengan Koalisi Merah Putih (KMP). Partainya mempertimbangkan untuk beralih mendukung pemerintah.Â
"Kami tidak dapat apa-apa di KMP. Kami rasakan manfaatnya enggak ada. Di KIH, kami belum coba," kata Dimyati di sela-sela Musyawarah Kerja Nasional PPP di Hotel JS Luwansa, Rasuna Said, Jakarta, Kamis (11/12/2014).Â
Dimyati juga menyebutkan, "Tapi, kalau kami berada di KIH, bisa KIH berubah pikiran berikan posisi kepada kami, kenapa tidak. Memberikan posisi kepada kami posisi di pemerintahan kan banyak, ada duta-duta besar. Ada komisaris BUMN, ada juga lain-lain. Bisa saja kami dikasih," ujarnya.
Oooh, ternyata itu tooh tujuan parpol kampanye sewaktu pileg kemarin....?
Perpecahan mencapai klimaknya, setelah Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Negara, Senin (8/12/2014).
Pertemuan keduanya memberikan pesan politik yang menyengat KMP. Partai Demokrat berkeinginan bergabung dengan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) mendukung Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2015 tentang pilkada.
Langkah SBY menemui presiden itu dipicu ketika Golkar pada Musyawarah Nasional (Munas) IX di Nusa Dua Bali memproklamirkan menolak Perppu. Merasa dikhianati, SBY cepat menemui presiden setelah sebelumnya dia ‘berisik’ di twitter, berceloteh bahwa Golkar telah ingkar janji dan menodai noktah kesepakatan di KMP.
Meskipun akhirnya Golkar mendukung Perppu, tak otomatis KMP bebas konflik. Secara politik, sikap Golkar dimana posisi Aburizal Bakrie (Ical) sebagai Ketua Presidium KMP, menyimpan trauma tersendiri bagi politik SBY dan Partai Demokrat-nya sewaktu berkuasa.
Ical sudah menegaskan di awal, KMP dibentuk bukan untuk memenangkan Prabowo Subianto, melainkan untuk memperjuangkan demokrasi dan nilai-nilai pancasila. "Bagi kami, bergabung bersama koalisi merah putih barangkali banyak yang belum tahu bahwa di mukadimah tidak disebutkan untuk memenangkan Prabowo," tandas Ical pada media.
KMP memang tidak memiliki ikatan secara ideologis. Posisi KMP sebagai penyeimbang menjadi ambigu dalam politik. Kita tahu, oposisi tidak dikenal dalam sistem presidensil. Parlemen yang kuat lah yang dibutuhkan sebagai penyeimbang yang akan memperkaya demokrasi di negeri ini.
Dan, sang pendekar berkuda itu pun legowo memahaminya.