Disini Darmawan sudah menggiring opini penyidik bahwa Jessica sudah merencanakan aksinya itu sedemikian rupa, sampai hal tas yang menghalangi kamera CCTV. Dan, kembali suara yang diduga penyidik dari kepolisian itu membenarkannya dengan jawaban “Ya betul, Pak”.
Saya tak paham hukum. Kalau pun Jessica memang betul sudah merencanakan aksinya sedetil itu, seharusnya itu adalah hasil penyidikan pihak kepolisian, bukan didasari opini orang yang tidak memiliki kompetensi pada penyidikan itu. Apalagi opini dari salah satu pihak yang bersengketa secara hukum.
Selanjutnya:
Diduga suara saksi perempuan dari kafe : Tidak ada karena kita tuang air panas di depan tamu. Lalu Mbak Hani sama Mbak Mirna datang duduk di tempat masing-masing. Sudah duduk di tempat masing-masing. Posisi Mbak Mirna di tengah.
Diduga suara penyidik : Waktu datang gimana?
Diduga suara saksi perempuan dari kafe : Waktu datang, "Hai", cipika cipiki biasa. Kita lihat biasa saja. Kita nggak lihat langsung itu.
Diduga suara ayah Mirna : Ada yang aneh nggak? Siapa tahu kan lesbian ini.
Dari awal, Darmawan juga sudah menggiring ke opini bahwa motif Jessica menghilangkan nyawa Mirna adalah Jessica cemburu kepada Mirna, karena Jessica lesbian.
Kalau betul Darmawan anggota BIN seperti yang dituduhkan pengacara Jessica, dimana dia menggunakan keahlian dan otoritas jabatannya guna mempengaruhi penegak hukum, waduuh... alamat tragis nanti hasilnya. Ingat Bapak-bapak, konsekwensi dari kasus ini adalah seorang gadis yang akan berhadapan dengan vonis mati. Kalau salah... Hikz, kami hanya bisa bersedih.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Metro Jaya, Kombes Krishna Murti membantah suara dalam rekaman tersebut adalah suara penyidik dari kepolisian yang sedang memeriksa saksi dari Olivier Cafe. Ia tidak mengomentari rekaman itu. "Saya tidak mau mengkonfirmasi, mengomentari rekaman tersebut. Itu bukan suara saya ...."
Lho, penyidik kan bukan hanya Bapak....