Kisah yang saya petik dari http://nasional.sindonews.com/read/697020/82/kisah-dibalik-lukisan-perjamuan-terakhir-1355326340 itu mengajarkan kepada kita bahwa kepribadian manusia bersifat dinamis, dapat berubah dan tak selamanya baik atau jahat. Jadi berhati-hatilah dalam mengkultuskan manusia, atau menganggap (baca: menghujat) bahwa orang yang kita anggap salah akan selamanya salah.
Mengapa orang baik bisa menjadi jahat, atau sebaliknya?
Dalam penelitiannya tentang memahami mengapa orang baik bisa menjadi jahat, Philip Zimbardo, penulis buku “The Lucifer Effect” mengemukakan bahwa ada tiga faktor yang mendasari: Disposisi (kepribadian bawaan), Situasi (lingkungan) dan Sistem (politik, ekonomi dan sosial). Dan Zimbardo menemukan bahwa faktor lingkunganlah yang dominan membuat seseorang menjadi jahat.
Dalam eksperimenya yang diberi nama "Stanford Prison Experiment", 1970, ia meminta bantuan sukarelawan untuk rela bermain peran sebagai sipir penjara dan narapidana selama 2 minggu penuh. Penelitian ini melibatkan orang-orang yang sama sekali tidak punya sejarah masuk penjara atau melakukan tindak kriminal apapun, dapat dikatakan bahwa mereka semua orang baik-baik.
Dari awal penelitian, mereka betul-betul diskenariokan sebagai narapidana, mulai dari dijemput di rumah masing-masing dengan mobil polisi dan borgol dari polisi, hingga aturan-aturan di penjara simulasi yang terletak di ruang bawah tanah Universitas Stanford.
Hari-hari pertama penelitian berlangsung sesuai perkiraan, namun pada beberapa hari ada kejadian-kejadian di luar dugaan. Para sipir mulai bertindak di luar instruksi dengan alasan 'mendidik' para napi yang tidak disiplin, diikuti dengan reaksi melawan dari para napi. Bahkan ada salah satu napi yang sampai tantrum (perilaku amarah) dan akhirnya harus dikeluarkan dari penelitian karena khawatir akan mendapati efek negatif dari eksperimen tersebut.
Dan dari penelitiannya itu, Zimbardo menawarkan solusi, yaitu Heroism atau 'kepahlawanan' untuk melawan bobroknya sistem dan situasi yang dihasilkan demi kebaikan umat manusia.
Kepahlawanan yang dimaksud bukanlah pahlawan dalam artian Superman atau hal lain yang mencengangkan. Yang dimaksud dengan kepahlawanan adalah kepahlawanan dalam artian berani menentang sistem yang buruk dan fokus pada pemecahan situasi yang buruk menjadi baik dengan menjadi sedikit 'devian' atau berbeda dari orang lain.
Presiden Jokowi mungkin melakukan aksi yang berani guna membasmi mafia minyak dan drakula Freeport. Aksi yang juga dilakukan oleh presiden-presiden sebelumnya dengan konsekwensi diturunkan oleh kekuatan jahat tersebut, atau hidup nyaman dengan menjadi bagian dari kejahatan itu guna bersama-sama menghisap darah rakyat.
Mampukah presiden tetap dengan aksi ke pahlawanannya melawan bobroknya sistem dan situasi yang dihasilkan demi kebaikan rakyat? Mengingat sistem perpolitikan kita yang mewarisi sejarah kelam dari semenjak Zaman Ken Arok, yakni; aksi balas dendam, aksi tipu daya dan saling bantai, dimana kepentingan pribadi dan kelompok lebih mencuat ketimbang kepentingan rakyat. Sebuah sistem persis seperti yang digambarkan WS Rendra dalam puisinya:
..... Di manakah harapan akan dikaitkan
bila tipu daya telah menjadi seni kehidupan?
Dendam diasah di kolong yang basah
siap untuk terseret dalam gelombang edan.
Perkelahian dalam hidup sehari-hari
telah menjadi kewajaran.
Pepatah dan petitih
tak akan menyelesaikan masalah
bagi hidup yang bosan,
terpenjara, tanpa jendela ....