Mohon tunggu...
Laudza Prasetyo
Laudza Prasetyo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Halo, saya adalah mahasiswa di salah satu PTKIN di Jawa Timur.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Jalur Saraf Bersama: Mengapa Putus Cinta dan Cedera Fisik Sama-sama Menyakitkan

18 September 2024   00:51 Diperbarui: 18 September 2024   00:55 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jalur Saraf Bersama: Mengapa Putus Cinta dan Cedera Fisik Sama-sama Menyakitkan

Dalam dunia yang semakin sadar akan pentingnya kesehatan mental, penelitian tentang bagaimana otak merespons rasa sakit sosial menjadi semakin penting. Artikel How the Brain Feels the Hurt of Heartbreak yang ditulis oleh K. Tchalova dan N. I. Eisenberger (2015) memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana otak manusia memproses rasa sakit emosional, seperti putus cinta atau penolakan sosial. Penelitian ini menemukan bahwa rasa sakit sosial tidak hanya merupakan pengalaman psikologis, tetapi juga melibatkan respons fisiologis nyata di otak, yang serupa dengan rasa sakit fisik. Temuan ini menantang pandangan tradisional bahwa rasa sakit emosional sepenuhnya berbeda dari rasa sakit fisik, dan menunjukkan bahwa keduanya berbagi jalur neurobiologis yang sama.

Dalam beberapa dekade terakhir, pemahaman kita tentang hubungan antara otak dan emosi telah berkembang pesat, sebagian besar berkat penggunaan teknologi neuroimaging seperti fMRI. Dalam artikel ini, penulis menggunakan fMRI untuk memantau aktivitas otak pada individu yang mengalami penolakan sosial dan rasa sakit fisik ringan. Data menunjukkan bahwa area seperti anterior cingulate cortex (ACC) dan insula, yang biasanya terkait dengan pemrosesan rasa sakit fisik, juga aktif selama rasa sakit emosional. Fakta ini menyoroti bahwa rasa sakit sosial memiliki dampak yang nyata pada otak, membuat rasa sakit emosional lebih dari sekadar pengalaman mental.

Penemuan ini sangat relevan dalam konteks kesehatan mental modern, di mana semakin banyak orang mencari bantuan untuk mengatasi trauma emosional. Di masa depan, pemahaman ini dapat digunakan untuk mengembangkan metode terapi yang lebih efektif dalam menangani rasa sakit emosional.

***

Penelitian yang dilakukan oleh K. Tchalova dan N. I. Eisenberger (2015) menunjukkan bagaimana rasa sakit sosial, seperti penolakan atau putus cinta, diolah oleh otak melalui jalur yang sama dengan rasa sakit fisik. Melalui pemanfaatan teknologi fMRI, mereka menemukan bahwa anterior cingulate cortex (ACC) dan insula --- dua area otak yang dikenal penting dalam pemrosesan rasa sakit fisik --- juga terlibat ketika seseorang mengalami rasa sakit emosional. Temuan ini memberikan wawasan penting dalam memahami bagaimana otak merespons rasa sakit sosial dan menunjukkan bahwa penderitaan emosional memiliki dasar fisiologis yang nyata. Menariknya, hasil ini memperkuat konsep bahwa rasa sakit sosial bukan hanya produk dari pikiran, tetapi juga memengaruhi fungsi otak secara fisik.

Teori utama yang mendukung penelitian ini adalah konsep shared neural pathways (jalur saraf bersama) antara rasa sakit fisik dan sosial. Salah satu argumen penting dari penelitian ini adalah bahwa mekanisme otak yang mengelola rasa sakit fisik berkembang juga untuk memproses rasa sakit emosional sebagai bagian dari mekanisme perlindungan evolusioner. Dalam konteks evolusi, rasa sakit sosial, seperti penolakan dari kelompok, memiliki konsekuensi yang serius karena manusia purba sangat bergantung pada hubungan sosial untuk bertahan hidup. Oleh karena itu, respons otak terhadap rasa sakit sosial menjadi penting untuk memastikan bahwa individu tetap termotivasi untuk menjaga hubungan sosial mereka.

Dalam konteks kesehatan mental modern, implikasi dari penelitian ini sangat besar. Penelitian sebelumnya mungkin meremehkan dampak fisik dari rasa sakit emosional, tetapi bukti neurobiologis ini menunjukkan bahwa perasaan seperti putus cinta atau isolasi sosial memiliki dampak yang sangat nyata di otak. Pada tahun 2021, sebuah survei dari American Psychological Association (APA) menemukan bahwa 60% dari individu yang mengalami gangguan kecemasan atau depresi melaporkan bahwa perasaan kesepian atau ditinggalkan adalah salah satu faktor terbesar yang mempengaruhi kesehatan mental mereka. Penelitian ini memberikan dasar ilmiah yang kuat untuk pendekatan medis yang lebih serius terhadap rasa sakit sosial.

Selain itu, temuan ini juga relevan untuk bidang terapi dan intervensi kesehatan mental. Dengan memahami bahwa rasa sakit sosial memiliki dasar neurobiologis yang nyata, terapi yang berfokus pada pemulihan emosi dan peningkatan hubungan sosial dapat lebih efektif dalam menangani masalah seperti depresi dan kecemasan. Pendekatan seperti terapi kognitif perilaku (CBT) atau bahkan terapi berbasis neurostimulasi mungkin lebih bermanfaat jika didukung dengan pemahaman bahwa rasa sakit emosional diproses melalui jalur yang sama dengan rasa sakit fisik.

***

Penelitian yang dilakukan oleh K. Tchalova dan N. I. Eisenberger memberikan wawasan penting bahwa rasa sakit sosial memiliki dasar neurobiologis yang sama dengan rasa sakit fisik. Hal ini mengubah cara kita memandang rasa sakit emosional, menjadikannya sebagai kondisi yang memerlukan perhatian serius dari perspektif medis dan neurologis. Dengan menggunakan teknologi seperti fMRI, peneliti mampu menunjukkan bagaimana otak merespons trauma sosial secara langsung, membuka peluang baru untuk terapi yang lebih efektif. Temuan ini juga mempertegas bahwa rasa sakit emosional, seperti rasa sakit fisik, dapat mempengaruhi kesejahteraan seseorang secara mendalam dan berkelanjutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun