Program Restrukturisasi Polis itu direalisasikan sebagai bentuk pemasaran produk asuransi yang mengadopsi praktek "Churning" dan "Twissting", yang merugikan konsumen polis asuransi plat merah sebagai rakyat, dan potensi besar merugikan keuangan Negara, serta merugikan reputasi BUMN sektor jasa keuangan non-bank khususnya perasuransian. Dimana, implementasi dari restrukturisasi polis itu, telah menyimpang dari ketentuan. Praktek semacam itu, biasanya didahului dengan surat proposal penawaran pembatalan polis asuransi yang masih aktif, sehingga nilai tunai dari pada polisnya akan digunakan sebagai premi awal, dilakukan pada perusahaan yang sama. Meskipun, secara realisasi sudah dilakukan pembatalan secara sepihak pada tahun 2020, tanpa sepengetahuan dari nasabah polis, yang dilakukan oleh Direksi asuransi BUMN.
Dimana, sebelum nasabah polis menerima surat dari proposal penawaran restrukturisasi polis, status polis asuransinya sudah tidak aktif pada perusahaan asuransi plat merah. Bahkan, nasabah polis akan melakukan penyetoran premi asuransi lanjutan, sudah tidak bisa lagi dilakukan penyetoran premi, karena rekening polis kepesertaannya sudah dilakukan penutupan (Closed).
"Program Restrukturisasi Sebagai Kedok Pintu Masuk Untuk Menjual Seluruh Aset Protofolio Pertanggungan Asuransi dan Memindahkan Aset-aset Milik Negara Kepada Perusahaan Asuransi Lain"
Program Restrukturisasi Polis hanya dijadikan kedok saja, untuk menjual seluruh aset portofolio pertanggungan asuransi milik Nasabahnya kepada perusahaan asuransi lain. Â Praktek transaksi penjualan portofolio itu tidak sah, illegal, dan melawan hukum. Juga tidak dibenarkan oleh aturan Undang-Undang Perasuransian, dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Karena potensi besar dapat merugikan kepentingan Pemegang Polis sebagai konsumen asuransi dan merugikan kepentingan perusahaan asuransi plat merah sebagai entitas bisnis dari Negara (BUMN).
Implementasi program restrukturisasi polis itu, yang direalisasikan sebagai bentuk pemasaran produk asuransi, sangat tidak bisa ditolerir atas penipuan tersebut. Dimana, yang mengadopsi "Praktek Churning Twissting polis", dilarang oleh Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SE-OJK) Nomor 19 Tahun 2020 tentang Pemasaran Produk Asuransi. Kenapa praktek pemasaran polis seperti itu dilarang, karena akan berdampak merugikan kepentingan seluruh Pemegang Polis sebagai konsumen asuransi dan juga kepentingan perusahaan asuransi sebagai pengelola dana asuransi rakyat.
Tujuan Restrukturisasi Polis Menyimpang, Mengeruk Keuntungan dan Mengubur Perusahaan Asuransi Plat Merah (BUMN) ?
Perjanjian polis asuransi adalah kontrak hukum yang harus dihormati bagi para pihak, yang mengikatkan diri terhadap suatu perjanjian bagi para pihak antara penanggung dengan calon pemegang polis. Dimana, perjanjian itu dibuat dalam bentuk klausa baku, yang telah mengikat bagi kedua pihak atas objek manfaat uang pertanggungan yang diperjanjikan, yang dimuat dalam dokumen polis asuransi.
Polis asuransi, dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang perasuransian, Pasal (1), yang mengatur tentang perjanjian dua pihak. Perjanjian itu, tidak bisa dibatalkan secara sepihak, tanpa adanya iktikad baik dari masing-masing pihak yang melakukan perjanjian. Hal ini, karena sudah berlaku menjadi Undang-undang bagi para pihak yang mengikatkan dirinya, maka tidak dapat dibatalkan secara sepihak atas perjanjiannya itu, yang telah mengikat bagi para pihaknya, dimana diatur dalam KUHP-Perdata Pasal 1266 dan 1338.
Seharusnya para Direksi asuransi BUMN itu, bisa bekerja secara profesional untuk menghormati suatu perjanjian polis, merawat keberlanjutan manfaat polis asuransi, dan menjalankan putusan dari pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Dimana, perkara wanprestasi itu yang telah dimenangkan oleh Pemegang polis atau konsumen asuransi dipengadilan dengan putusan "inkrah"dalam perkara cidera janji (Wanprestasi). Penyelesaian pembayaran tuntutan klaim asuransinya tidak melebihi ketentuan aturan maksimal 30 hari kalender, terhitung sejak putusan dari pengadilan. Pada realisasinya, Direksi asuransi BUMN, Kementerian BUMN, dan Kementerian Keuangan Republik Indonesia, tidak melaksanakan perintah pengadilan, dan tidak menghormati putusan dari pengadilan tersebut. Red.fnkjgroup (10/04/'23).
Penulis adalah Praktisi Asuransi & KUPASI (Kumpulan Penulis Asuransi)| Email: latinse3@gmail.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H