Oleh : Latin, SE
"Program Restrukturisasi Polis Dijadikan Kedok, Untuk Menjalankan Pemasaran Praktek Churning dan Twissting Polis, Sekaligus Sebagai Pintu Masuk Untuk Menjual Seluruh Aset Protofolio Polis Juga Memindahkan Seluruh Aset-Aset Negara Kepada Perusahaan Asuransi Lain"
Jakarta, Tujuan Restrukturisasi Polis telah keluar dari kaidahnya, dengan mengambil keuntungan sebesar 40 persen atau setara dengan Rp 23,8 triliun dan menutup usaha "Legenda Asuransi."
Pada umunya tujuan dari restrukturisasi polis itu adalah untuk menjaga keberlangsungan polis, kelangsungan manfaat polis, dan untuk terpenuhinya janji manfaat masa depan (Kontrak Polis). Disamping, itu juga untuk menghindari pembatalan polis secara sepihak yang dilakukan oleh para pihak, status polis
menjadi tidak aktif ditengah jalan, menghindari cidera janji dalam kontrak polis yang berlangsung. Dan untuk menyelamatkan kepentingan perusahaan asuransi sebagai pengelola aset portofolio polis, yang juga menanggung beban resikonya.
Apa Pengertian Restrukturisasi Secara Umumnya ?
Restrukturisasi menurut kamus besar bahasa Indonesia (KKB) adalah "Restrukturisasi" artinya penataan kembali supaya struktur atau tatanannya baik.
Sejak tahun 1998 s.d 2020, belum ada satupun referensi restrukturisasi polis pada perusahaan asuransi jiwa. Dimana, implementasi program restrukturisasi polis itu harus dikoreksi kembali implementasinya, agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang merugikan kepentingan Pemegang Polis, dan juga kepentingan perusahaan asuransi jiwa serta menghindari bentuk pengkianatan dalam realisasinya dilapangan.
Untuk itu pengawasan dan control dari regulator Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sangat diperlukan untuk menghindari terjadinya fraud Restrukturisasi Polis. Bahkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebagai regulator yang menjalankan tugas fungsi pengawasannya, belum memberikan pedoman teknis, terkait adanya restrukturisasi polis asuransi pada perusahaan asuransi jiwa tertua milik Negara. Dalam hal ini, restrukturisasi yang menyasar kepada para konsumen polis asuransi disektor industri jasa keuangan non-bank khususnya pada perusahaan asuransi jiwa.
Praktek "Prank Restrukturisasi" seharusnya tidak terjadi, jika pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bisa mengemban tugasnya dengan prinsip kejujuran, keterbukaan informasi publik, amanah dan mampu menjalankan fungsi-fungsi pengawasannya dengan baik. Seharusnya, fungsi pengawasan OJK dapat berfungsi dengan baik dalam menjalankan amanat dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan mandat dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan Penguatan Sektor Keuangan (RUU-P2SK).
Meskipun begitu pelaku industri asuransi yang juga perusahaan asuransi jiwa, seharusnya dapat menjalankan praktek yang benar, diharapkan tidak merugikan kepentingan Pemegang Polis sebagai konsumen polis dan tetap menjaga reputasi perusahaan, juga melestarikan keberadaannya perusahaan dari "Legenda Asuransi Milik Negara."Â
Maka penulis menyebutkan bahwa praktek tersebut bukanlah praktek dari "Restrukturisasi Polis Asuransi," melainkan ada upaya pemutarbalikan fakta, yang menyimpang dari kaidah-kidah prisipnya, karena telah merugikan bagi kepentingan para pihak yang terikat dengan perjanjian hukum (Kontrak Polis Asuransi). Hal ini, bisa dinamakan praktek yang tidak benar memutar balikan fakta yang terjadi, maka bisa dikatakan itu sebagai bentuk lain dari program restrukturisasi maka disebut sebagai bagian dari "Distorsi Restrukturisasi Polis Asuransi," karena tidak dijalankan dengan benar sesuai agenda dan tujuannyatersebut.
Apa itu Distorsi Restrukturisasi Polis Asuransi ?
Distorsi Restrukturisasi Polis Asuransi adalah pemutarbalikan fakta yang membuat suatu kondisi dimana penyelesaian klaim asuransi tidak se'efisien secara ekonomi, sehingga menjadi tidak produktif dapat mengganggu roda perputaran ekonomi kerakyatan, yang berdampak buruk bagi perusahaan asuransi, pemegang polis, Pegawai, mitra kerja perusahaan dalam memaksimalkan kesejahteraan, dan dalam melayani kepentingan nasabah polis secara tingkatan sosial tidak mencapaipada kepuasan pelanggan.