Mohon tunggu...
Latif Rizqon
Latif Rizqon Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Pascasarjana MSI UII

Selanjutnya

Tutup

Money

Aturan Ekonomi Islam tentang Pegadaian Syariah/Rahn

11 Januari 2018   21:40 Diperbarui: 11 Januari 2018   22:50 4426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdasarkan landasan hukum tersebut ulama bersepakat bahwa rahn merupakan transaksi yang diperbolehkan dan menurut sebagian besar (jumhur) ulama, ada beberapa rukun bagi akad rahn yang terdiri dari, orang yang menggadaikan (ar-rahn), barang-barang yang digadai (marhun), orang yang menerima gadai (murtahin) sesuatu yang karenanya diadakan gadai, yakni harga, dan sifat akad rahn.[6] Sedangkan untuk sahnya akad rahn, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh para pihak yang terlibat dalam akad ini yakni: berakal, baligh, barang yang dijadikan jaminan ada pada saat akad, serta barang jaminan dipegang oleh orang yang menerima gadai (marhun) atau yang mewakilinya. [7]

Para ulama hanafi menganggap shigah yakni penawaran dan penerimaan (ijab qabul) sebagai satu satunya elemen esensial dari rahn. Sementara itu, menurut mayoritas ahli fiqih muslim, rahn terdiri dari empat elemen, terutama: sighah (ijab qabul), para pihak yang berkontrak, yakni debitur dan kreditur (rahin dan murtahin), objek gadai (marhun), dan utang (marhun bih). Elemen elemen yang disampaikan diatas perlu memenuhi beberapa syarat agar kontrak rahn dapat dianggap shahih, yaitu:[8]

  • Syarat syarat yang berkaitan dengan shighah (ijab qabul) Sighah rahn tidak boleh digantungkan (dihentikan sementara) menurut suatu syarat atau ditangguhkan hingga suatu tanggal mendatang.
  • Syarat Syarat Yang Berkaitan Objek Gadai (marhun) Secara umum, para ahli fiqh setuju bahwa objek gadai harus memenuhi syarat syarat objek penjualan, sehingga dapat dijual untuk membayar kembali utang tersebut. Syarat syarat ini mencakup:
    • Merupakan harta yang bernilai
    • Merupakan jenis barang yang diperbolehkan
    • Ada pada saat pengadaan kontrak
    • Dapat diserahkan
    • Ditentukan persis, berkenaan dengan hakikat, kuantitas, dan nilainya
    • Mempunyai ketercukupan nilai agar dapat menutupi jumlah utang
    • Sedang berada dalam kepemilikan kreditor
    • Merupakan harta yang tidak dapat dipertukarkan  menurut kesetaraan nilai, bukan manfaat.
  • Syarat Syarat Yang Berkaitan Dengan Utang / Liabilitas (marhun bih) Berdasarkan berbagai opini para ahli fiqh muslim, syarat syarat yang berkaitan dengan utang pokok rahn, yaitu:
    • Utang pokok harus merupakan utang yang sudah ditetapkan, mengikat, dan dapat diberlakukan, baik melalui peminjaman, penjualan, atau kerusakan dalam bentuk kekeliruan tindakan atau pelanggaran hak (selain yang ada di dalam kontrak)   menyangkut suatu harta.
    • Utang pokok harus diketahui dan didefinisikan bagi kedua pihak yang berkontrak.
    • Utang pokok harus sudah jatuh tempo/ mengikat, atau akan jatuh tempo.
    • Menurut para ulama Hanafi dan Maliki, utang pokok harus dapat dipertanggungjawabkan, agar dapat dilunasi.
  • Syarat Syarat Yang Berkaitan Dengan Penerimaan/ Pemilikan Objek Gadai

Ada beberapa syarat terkait keshahihannya, terutama:

  • Izin debitur
  • Keterpenuhan syarat para pihak yang berkontrak
  • Kepermamenan kepemilikan

Pegadaian syariah mempunyai landasan hukum syariat yang kuat dalam ajaran Islam. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian adalah unsur-unsur gadai, rukun dan sahnya akad, barang yang boleh digadaikan, hak dan kewajiban masing-masing pihak, dan pemilikan barang gadai.

Titik penting hubungan hukum dalam perjanjian utang piutang di pegadaian syariah memang seyogyanya berbasis semata-mata dalam rangka kebaikan, tolong menolong, dan taqarrub(mendekatkan diri kepada Allah), yaitu hanya untuk memperoleh kompensasi pahala dari Allah SWT. 

Sebab, problematika yang harus diwaspadai adalah tatkala hubungan hukum dalam perjanjian utang piutang di pegadaian syariah terjebak kepada orientasi untuk mencari keuntungan, maka dikhawatirkan dapat berimplikasi hukum yang menjebak para pihak kedalam riba.

Abdul Latif Rizqon, Mahasiswa Pascasarjana MSI UII

[1] Ahmad Supriyadi, "Struktur Hukum Akad Rahn Di Pegadaian Syariah Kudus", Empirik Jurnal Penelitian Islam, Vol. 5  No.2 (Juli-Desember, 2012)

[2] Muhammad Sjaiful,"Penegakkan Asas Taawun Dalam Perjanjian Utang Piutang Di Pegadaian Syariah", Kultura, Vol. 15  No.1  (Desember, 2014)

[3] Naida Nur Alfisyahri dan Dodik Siswantoro, " Praktik Dan Karakteristik Gadai Syariah Di Indonesia", Share,Vol. 1, No. 2 (Juli- Desember 2012)

[4] Naida Nur Alfisyahri dan Dodik Siswantoro, Prakti,

[5] Susilo, Y. Sri, dkk. Bank Dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta : Salemba Empat,  1999.

[6] Ibnn Rusdy, Bidaya al-Mujtahid, alih bahasa Imam Gazali Said, Jakarta: Pustaka Amini, 1991,

[7] Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jus III, Beirut: Dar al-Fikr, tt, 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun