Manusia diciptakan berbeda-beda, beda kemampuan, beda keadaan, semua serba berbeda dengan setiap keistimewaannya. Namun, seringkali kita tidak menyadari keistimewaan yang ada pada diri kita, karena terlalu sering melihat orang lain sampai lupa mengenali diri sendiri. Ketidaksadaran itulah yg membuat kita lupa siapa kita sebenarnya, siapa orang di sekeliling kita, untuk siapa kita berjuang dan siapa saja yang selama ini berada di balik layar perjalanan.
Hidup di tengah kemajemukan latar belakang masyarakat, telah melahirkan standar sosial yang berhasil membentuk banyak sekali definisi pencapaian dengan standar tidak tertulisnya, yang semakin menggeser definisi keberhasilan dan membuat kita semakin jauh dari diri kita yang sebenarnya. Maka sangat penting untuk mengenali diri sendiri agar tidak hanyut dalam standar tersebut.
"Harus bisa seperti dia, bagaimanapun caranya."
"Belum sukses kalau belum punya mobil seperti dia."
"Belum jadi manusia kalau belum sekolah setinggi dia."
Salah? Belum tentu.
Menjadikan orang lain sebagai tolak ukur kesuksesan sah-sah saja, tapi sekedar untuk motivasi dan jangan sampai lupa diri, bahwa kita tidak sendiri, ada orang lain di sekitar kita yang juga berpengaruh dalam kehidupan kita. Kita terlahir dengan macam-macam keadaan, baik yang menguntungkan maupun yang menjadi tantangan dalam melangkah.
"Tidak jadi kuliah di belanda karena tidak mendapat restu orang tua."
"Tidak jadi memulai bisnis yang beresiko karena ada keadaan yang menyebabkan harus memilih jalur aman."
"Tidak jadi S2 karena tuntutan ekonomi mengharuskan bekerja saja."
Ya, masing-masing dari kita punya perbedaan kondisi.
Pesimis? Bukan, hanya, sadari dulu limit kita, sebelum ingin memecahkan mimpi-mimpi kita, agar jalan yang diambil lebih rasional dan terarah dengan jelas.
Batas-batas diri itulah yang akan membuka mata kita, bahwa jalan setiap orang berbeda-beda, beda cara, beda waktu dan beda parameter keberhasilan, lalu semakin mensyukuri diri, bahwa parameter keberhasilan itu luas.
- Bisa jadi memiliki kemampuan public speaking sebaik Najwa Shihab, tapi tidak setenar dia.
- Bisa jadi punya bisnis sebesar Wirda Mansur, tapi tidak di usia semuda dia.
- Bisa jadi bermanfaat untuk orang banyak seperti Tom Liwafa, tapi tidak lewat jalur pengusaha seperti dia.
- Bisa jadi bermain sepakbola sehebat Egy Maulana Vikri, tapi tidak tembus eropa seperti dia.
Bukannya Tuhan Maha Adil, kalau kita punya limit yang berbeda, sudah berarti pula kita punya cara yang berbeda untuk memecahkan mimpi.
Itulah pentingnya "Know your limit." sebelum "Break your limit."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H