Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

He is My Everything

31 Mei 2020   06:00 Diperbarui: 31 Mei 2020   06:08 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tuan salah jalan. Ke sini."

Tim dokter terbaik bersiaga. Rasanya seperti rumah sakit milik pribadi. Jose memiliki saham mayoritas di rumah sakit ini. Dia bisa berbuat apa saja untuk membuat seisi rumah sakit memperhatikan ayahnya.

Ayah Calvin tidak ditempatkan di ruang biasa, tetapi di paviliun. Kluster pelayanan termewah di rumah sakit. Bahkan lebih mewah dari ruang VIP. Perawat stand by 24 jam. Tim dokter yang mengobati ayahnya adalah terbaik dari yang terbaik.

Torehan panjang di punggung sang ayah membuat Jose bergidik. Lihatlah, punggung mulus putih Ayah Calvin kini ternoda darah. Pakaian yang tersingkap memperlihatkan perut rata, punggung putih, dan leher mulus. Pertambahan usia tak memudarkan keindahan tubuh seorang Calvin Wan. Jahat sekali orang yang berusaha merusaknya.

Jika bukan pemegang hak fasilitas VIP di rumah sakit ini, tentu Jose takkan dibiarkan mendampingi ayahnya. Ia berdiri di samping ranjang. Digenggamnya tangan Ayah Calvin. Saat di rumah tadi, tangan ayahnya terasa panas. Sekarang tangan besar yang masih menyisakan baret itu teramat dingin.

Tubuh Ayah Calvin dibaringkan dalam posisi setengah telungkup. Tim dokter mulai menangani lukanya. Sepasang mata sipit itu sedikit membuka.

"Ayah...Ayah yang kuat. Ayah akan sembuh. Sakitnya hanya sedikit...hanya sedikit," ujar Jose menguatkan.

Benarkah sakit itu hanya sedikit? Nyatanya tidak. Ayah Calvin mengerang kesakitan. Cengkeramannya di tangan Jose bertambah erat. Dada Jose bergemuruh oleh kecemasan. Setiap erangan yang keluar dari bibirnya bagai batu bata seberat puluhan kilo yang menimpa batinnya.

"Sa...sakit," rintih Ayah Calvin untuk kesekian kali.

Usia tua dan daya tahan yang terus menurun menjadi sebab tubuhnya tak lagi resisten dengan rasa sakit. Mendadak erangan berubah menjadi teriakan. Ayah Calvin berteriak kesakitan. Suara yang lembut itu tidak pernah digunakan untuk berteriak. Jose tak tahan, amat tak tahan mendengar ayahnya kesakitan. Biarlah sakit itu pindah ke raganya saja.

"Ayah akan sembuh. Ayah akan sembuh. Sakitnya akan hilang tak lama lagi," kata Jose mengatasi teriak kesakitan ayahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun