"Dingin ya? Kamu harus mulai terbiasa lagi dengan ruangan berAC, Manda." Ayah Calvin tersenyum menggoda.
"Jangan mimpi, Calvin. Aku takkan mau mengikuti apa pun rencana bodohmu."
Pria musim dingin itu hanya tertawa. Ah, Calvin Wan yang dikenalnya telah berubah. Dulu dia lebih kalem. Tidak freaky begini.
"Orang aneh," desis Bunda Manda sebal.
"Yups. Just freak."
Helai-helai tissue di meja remuk menjadi serpihan. Tangan sehalus milik Bunda Manda bisa juga meremukkan kertas pembersih. Hatinya rusuh, misuh-misuh atas kelakuan Ayah Calvin. Seenaknya saja ayah satu anak itu menyabotase pekerjaannya. Lalu menyeretnya ke butik. Membelikan beberapa potong gaun dan satu kotak sepatu. Dan berakhirlah vakansi sore mereka di sini.
Inikah yang dimaksud dengan hukuman? Ayah Calvin mengajak Bunda Manda ke restoran kenangan. Membangkitkan ingatan wanita itu tentang manisnya kencan.
Ah, kencan. Barangkali ratusan purnama berlalu sejak kencan terakhirnya dengan Ayah Calvin. Seminggu sebelum pria tak tahu diri itu angkat kaki dari hidupnya, mereka masih sempat candle light dinner di villa.
"Ingat waktu pertama kali kita ngedate?" Ayah Calvin bertanya melepas kekakuan.
Bunda Manda membuang pandang. Berpura-pura asyik melihat bulir hujan yang berjatuhan membasahi kaca.
"Waktu itu tanggal 6 Desember. Tiga hari sebelum ulang tahunku, aku datang ke rumahmu. Aku minta izin untuk membawamu makan malam bersamaku di depan Papa Hilarius dan Mama Hillary..."