Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Putri Disleksia dan Malaikat Pengajar Bahasa

24 Maret 2020   06:00 Diperbarui: 24 Maret 2020   05:58 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dibantingnya pintu rooftop. Bermanja sejenak dengan kesunyian yang ditawarkan. Blazer berlogo sekolah internasional ia buka. Sambil merentangkan lengan, Silvi berteriak keras-keras.

"Memangnya aku senang terus-menerus dicekoki cerita tentang pencari suakaaaa? Cantik? Aku jauh lebih menawan darimu, Sabila!"

Tangan mulus Silvi menampari pipinya sendiri. Terbayang wajah pas-pasan Sabila dan kebiasaannya bercerita panjang lebar tentang pencari suaka dan pamer wawasannya yang luas. Sabila hanya satu dari puluhan siswa yang menjejali Silvi dengan cerita-cerita membosankan. Namun, kalau bukan jadi pendengar yang baik, mana mungkin Silvi berteman dengan banyak orang?

"Berteriaklah sekeras yang kaumau."

Sebuah suara bass menegurnya lembut. Silvi berbalik dan menjerit kaget. Persis di depannya, pria berjas hitam berdiri tegak. 175 senti tingginya, oriental parasnya, sipit kedua matanya, dan tampan sosoknya.

"Mr...Calvin?" Silvi terbata, mencengkeram erat besi yang memagari rooftop.

"Aku tahu kamu lelah menjadi tempat curhatan orang lain. Sama seperti mereka, kamu pun ingin didengarkan dan dimengerti. Saat ini kamu bersedih hati karena nilai-nilamu di bawah standar."

"Sok tahu..." desis Silvi, kini bertopang dagu.

Calvin tersenyum. Menepuk lembut puncak kepala Silvi. Sensasi aneh menjalari hati gadis penyandang disleksia dan diskalkulia itu. Di dekat Calvin, Silvi merasa tenang. Terlebih guru Indonesian Language yang baru tiga bulan mengajar itu memahami masalahnya.

Orang-orang hanya mengenal Silvi sebagai pianis dan anggota tim choir. Gadis cantik bermata biru yang memiliki sikap manis. Tipikal good listeners. Bisa membaur dengan siapa saja, mulai dari geng anak genius, korban bullying, hingga para pembully. Mereka tak tahu kalau Silvi mengalami dua gangguan belajar sekaligus.

Secara akademis, nilai mata pelajaran Silvi tergolong rendah. Dia takkan bisa mencicipi bangku sekolah elite ini kalau bukan karena portofolionya yang mengesankan secara non-akademis. Hanya ada dua tipe murid yang bisa bersekolah di sini: anak pintar atau anak berprestasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun