Senja yang basah. Jalanan tergenang air. Hujan berteriak keras. Kesuraman, hanya entitas itu yang tersisa.
Adica berjalan di bawah hujan tanpa pelindung. Jas Hugo Boss itu tak cukup menahan tusukan hawa dingin dan tempias hujan. Di sudut jalan, langkahnya surut. Rasa pusing luar biasa menderanya. Hingga tak lagi terasa, dan...
Tes. Tes.
Bukan tetes hujan, tetapi darah segar. Hatinya mencelos. Pria tampan itu terperangah menatap darahnya sendiri. Seorang Adica mimisan? Bila hidung Calvin yang berdarah, itu lagu lama.
Aku tak tahu harus bagaimana
Aku merasa tiada berkawan
Selain dirimu
Selain cintamu
"Jangan menunduk. Nanti darahmu masuk ke tenggorokan, lalu berlanjut ke paru-paru."
Sebuah suara sopran memecahkan lamunannya. Papa tampan yang tengah patah hati itu menengadah. Matanya beradu pandang dengan sesosok gadis berambut coklat dan berkulit terang. Si gadis menyodorkan sehelai sapu tangan putih. Putih, persis warna jumper dan jeans yang dikenakan gadis itu.
"Terima kasih," gumam Adica lirih, menyeka darahnya.