Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Catatan Hati "Young Lady" Cantik, Menanggapi Kasus Ninoy Karundeng

7 Oktober 2019   06:00 Diperbarui: 7 Oktober 2019   06:05 983
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah terlambatkah untuk menuliskannya? Mulanya, Young Lady cantik tertarik dengan kasusnya sebab terdapat nama fam Minahasa, yaitu Karundeng. Terlambat atau tidak, Young Lady tetap ingin menuliskan catatan hati ini.

Apakah fenomena anti kritik dan sensitif saat dikritik lewat tulisan tengah menggejala di seluruh Indonesia? Persepsi orang luar negeri tentang Indonesia yang berpenduduk ramah nampaknya perlu dipikirkan ulang sebelum disetujui. To be honest, Young Lady makin tidak yakin dengan keramahan orang Indonesia.

Katanya, orang Indonesia ramah, murah senyum, dan penyabar. Hmmmm, penyabar dari mana ya? Yang dirasakan Young Lady, orang Indonesia dari hari ke hari makin sensitif saja. Bukankah belakangan ini banyak beredar video-video kekerasan yang ujungnya viral? 

Kekerasan saja sudah buruk, apa lagi sampai viral. Itu artinya, orang-orang di negeri nyiur melambai ini menyukai dan menikmati konten kekerasan. Iya, kan?

Ada dua jenis kekerasan, yakni fisik dan mental. Kekerasan yang dialami Kompasianer Ninoy Karundeng tergolong kekerasan fisik. Dilansir dari kompas.com (4/10), relawan Jokowi itu dirampas ponselnya dan diculik. Kabarnya, ia bahkan dipukuli HTI. Benarkah? I duno, sebab Young Lady tidak kenal siapa itu Ninoy Karundeng. 

Hanya pernah membaca namanya di Kompasiana sekilas. Dan dilihat dari cara orang menyebutnya, nampaknya beliau ini Kompasianer papan atas yang terkenal. Kompasianer tenar begitu, mana mungkin melirik Young Lady yang hanya butiran debu?

Menganiaya seseorang hanya karena tulisan adalah kejahatan. Kalau mau merunut ke belakang, Ninoy Karundeng bukan satu-satunya korban di Nusantara yang teraniaya karena tarian penanya. Ki Hajar Dewantara dihukum pemerintah kolonial karena tulisannya menjelang perayaan 100 tahun terbebasnya Belanda dari penjajahan Prancis. Pramoedya, sastrawan kebanggaan kita, dihukum pula karena tulisannya. Bukunya sempat dilarang untuk dibaca.

Honestly, Young Lady juga pernah mengalami cerita yang hampir sama dengan Ninoy Karundeng. Memang bukan kekerasan fisik, tetapi kekerasan mental. Kejadiannya beberapa bulan lalu.

Saat itu, Young Lady menulis tentang sebuah instansi pemerintah. Ketika tulisan itu telah dibaca ribuan orang, Young Lady menghapusnya. Sebab sudah cukup meninggalkan pengaruh di hati banyak orang. Seminggu keemudian, Young Lady cantik bertemu dengan seorang perempuan dari instansi terkait. Dan...kalian tahu apa yang terjadi?

Young Lady dikurung di satu ruangan hanya berdua saja dengan perempuan itu. Suaranya yang lembut begitu menyeramkan memenuhi seisi rumah. Suaranya mengingatkan Young Lady pada hantu perempuan di film Mirror. Dia menanyai Young Lady banyak hal, mulai dari tanggal lahir sampai soal ibadah. 

Semua pertanyaan itu tak dijawab Young Lady. Buat Young Lady, semua pertanyaan itu bersifat privasi, dan bukan hak perempuan itu untuk mengetahuinya.

Kesunyian bergerak lambat, amat lambat di ruangan itu. Young Lady merasa ingin keluar, tapi tak bisa. Sebab Young Lady tak tahu dimana pintu keluarnya. Pencahayaan di ruangan itu pun tidak terlalu terang.

Selanjutnya, Young Lady cantik mendengar cecaran perempuan itu. Ia bermain kata-kata untuk meneror mental. Ia menyiksa Young Lady lewat kata-kata. Intinya, perempuan yang merasa instansinya terkena kritik itu, belum matang menghadapi kritikan. Ditelanjanginya Young Lady dengan kata-kata. 

Ia seakan menghipnotis Young Lady dengan sugesti negatif. Ditanamkannya sugesti bahwa Young Lady gadis jahat dan egois. Hati ini ingin memberontak, tetapi Young Lady tak sanggup mengeluarkan sepatah kata pun saat itu. Seperti ada tangan tak kelihatan yang mengunci bibir ini dan terasa beku.

Perempuan itu menghakimi Young Lady dengan suara lembutnya yang seperti hantu seakan dia kenal betul Young Lady. Padahal kami hanya pernah bertemu beberapa kali dalam empat tahun. Hingga akhirnya, perempuan itu maju dan hendak memeluk Young Lady. Refleks Young Lady bergerak menjauh, menghindari pelukan itu.

"Jangan tolak pelukan saya," kata perempuan itu mengancam.

"Kamu masih butuh saya. Kita harus membangun kepercayaan."

Kompasianer, Young Lady mampu membedakan mana tubuh yang bisa dipeluk dan mana yang tidak. Tubuh perempuan itu termasuk dalam kategori kedua. Beruntungnya punya mata batin lebih peka.

Keluar dari ruangan, tubuh Young Lady kaku dan dingin. Langsung saja Young Lady tertidur lamaaa sekali begitu sampai di rumah. Hingga detik ini, teror mental yang dilancarkannya masih mengganggu pikiran Young Lady. Di saat-saat seperti ini, Young Lady hanya bisa meminta perlindungan Tuhan dan para malaikat.

Seperti biasa, "Calvin Wan" hadir membawa ketenangan, kehangatan, dan kelembutan. Sejak saat itu, Young Lady makin takut dengan orang-orang bernama PNS. Segerombolan birokrat kaku, fanatik, merasa paling benar, konservatif, haus kekuasaan, takut posisinya diambil, tak segan melakukan politik kantor, dan antikritik.

Untuk Ninoy Karundeng, pihak-pihak antikritik mudah dikenali. Bila mereka fanatik akan sesuatu, sudah pasti mereka antikritik. Dan semestinya, sebagai penulis, kita tidak boleh takluk atau menjilat pantat para fanatik itu.

Buat golongan yang gemar menganiaya penulis, semoga Tuhan membalas perbuatan kalian. Entah di dunia maupun di akhirat. Cobalah berpikir dengan logika. Lebih berbahaya perusuh dan teroris dengan senjata-senjatanya, atau penulis yang hanya bersenjatakan pena? Lebih berbahaya grup oposisi yang selalu memainkan politik identitas, atau grup putih yang mengedepankan keragaman

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun