"Ayah...Ayah sudah minum obat?" tanya bocah tampan bermata sipit itu khawatir.
Mata Bunda Alea berkedip ke arah Jose. Anak dan bunda itu menyuarakan kecemasan yang sama.
"Sudah, Sayang." jawab Ayah Calvin seraya membelai rambut Jose.
Dua pasang mata sipit beradu. Jose menyuarakan kecemasannya tanpa kata. Berharap sang ayah mengerti.
Sesakit apa punya penyakit kekentalan darah itu?
Kenapa darah harus menggumpal di beberapa tempat?
Setumpuk tanda tanya memenuhi kepala Jose.
"Sayangku, sudah waktunya. Ayo."
Bunda Alea meraih tangan suaminya. Setelah mengancingkan jasnya, Ayah Calvin berjalan menuju podium. Semua mata tertuju padanya. Pria tampan bermata sipit berjas hitam, pengajar, pemilik yayasan, sekaligus penyayang sejati. Para murid dan wali begitu mengaguminya.
"Saya ingin mengungkapkan rasa bangga pada semua murid berprestasi tahun ini. Mutiara prestasi di tangan kalian harus tetap dijaga. Tanpa kerendahan hati, prestasi tiada artinya..."
Sambutannya terhenti. Ayah Calvin terbatuk. Darah segar mengaliri hidung dan sudut bibirnya. Audience berbisik-bisik, tegang bercampur resah.