Anyway, bulan ini Young Lady cantik selesai menulis dua novel. Satu novel yang ditulis bersama, satu lagi novel yang ditulis Young Lady sendirian. Naskah yang ditulis Young Lady sendirian setebal 145 halaman dan memiliki total part sebanyak 22 part. Sebagai penyuka menulis marathon, Young Lady menyelesaikannya dalam waktu 6 hari.
Di naskah terbaru kali ini, as usual Young Lady tetap membawa style dan pakem yang sama: konsistensi penokohan, lirik-lirik lagu yang relevan dengan isi cerita, menyisipkan peristiwa diskriminatif, kepedulian pada orang spesial berkebutuhan khusus, toleransi, dan keberagaman. Semua unsur itu harus ada dalam tiap cerita yang digarap Young Lady cantik. Ribet ya? Memang ribet kok.
Well, ada satu lagi idealisme yang tetap Young Lady bawa dari dulu hingga kini: tokoh wanita dilarang sakit. Nah lho, apa itu? Begini penjelasannya.
Walaupun bukan penulis novel berbakat, bukan pula penikmat novel dengan perbendaharaan bacaan yang super luas, Young Lady masih bisa merasakan kecenderungan tokoh wanita selalu menjadi pihak yang sakit dan tersakiti.Â
Dalam ranah chicklit, kita kenal novel Miss Pesimis karya Alia Zalea. Tokoh utama Miss Pesimis adalah seorang wanita karier yang sukses bernama Adriana.Â
Ia dibuat menderita lantaran ditinggal menikah oleh cinta pertamanya, Thomas Baron Iskandarsyah. Adriana baru menemukan kebahagiaan setelah dinikahi seorang manager setengah bule yang tampan bernama Ervin.
Itu baru ranah chicklit mainstream romance. Bagaimana dengan teenlite? Oryzuka menulis novel bertajuk I For You. Dalam novel itu, digambarkan si tokoh utama wanita mengidap kelainan platelet darah. Sangat berisiko bila terjadi luka, karena darahnya sulit membeku.
Dalam novel religi pun, perempuan selalu jadi objek kesakitan. Ingat Ayat-Ayat Cinta 1 dan 2? Di AAC 1, tokoh Maria digambarkan menderita akibat kehilangan Fahri. Sampai-sampai ia jatuh sakit dan koma. Dalam AAC 2, Aisha harus menderita setelah ditawan Zionis selama dua tahun.Â
Ia menderita lahir-batin karena melihat suaminya menikah lagi dengan Hulya, sepupunya sendiri. Laisa dalam Novel Bidadari-Bidadari Syurga, juga dilukiskan sangat menderita.Â
Ia diceritakan sebagai wanita berwajah jelek, bertubuh gemuk, hidup tanpa menikah, hidup di antara adik-adiknya yang rupawan, dan meninggal akibat kanker paru-paru. Bukankah itu menderita sekali?
Di ranah novel terjemahan juga tak luput dari eksplorasi penderitaan tokoh wanita. Kalian tahu Nicholas Sparks? Karya luar biasanya, A Walk To Remember, menjual penderitaan. Jamie Sullivan, tokoh wanita di novel itu, dikisahkan menderita kanker darah. Ia meninggal terlalu cepat dinikahi si bad boy Landon Carter.
Bagaimana di ranah anime? Sekali lagi, penderitaan tokoh wanita menjadi komoditi yang dianggap laku. Para penggemar Naruto pasti ingat episode ke47 dari anime satu ini.Â
Dalam episode itu, dikisahkan Hyuuga Hinata yang cantik dan anggun, dilukai dengan brutal dalam ujian Chunin oleh sepupunya sendiri, Hyuuga Neji. Hyuga Neji melampiaskan dendam lantaran kematian ayahnya yang tidak adil pada Hyuuga Hinata.Â
Masih soal anime Jepang, ada pula serial anime sebanyak 13 episode berjudul Midori Nohibi. Anime itu mengangkat kisah cinta super klise tentang seorang gadis kaya bernama Midori yang diam-diam mencintai Seiji, seorang pemuda tampan yang layak disebut bad boy. Sayangnya, Midori mengalami koma. Sehingga Seiji tak tahu perasaan Midori yang sebenarnya.
Derita tokoh wanita dieksplor pula dalam novel serius. Pasti tahu Bumi Manusia kan? Itu tuh, film yang lagi hangat-hangatnya diperbincangkan. Sadarkah kalian bahwa Bumi Manusia menjual penderitaan wanita? Derita Annelise, derita ibunya Minke, dan derita Nyai Ontosoroh.Â
Menurut Young Lady, Nyai Ontosorohlah yang paling menderita. Penyebab kepedihan hidupnya terletak di tangan lelaki bodoh bernama Herman Mellema.
Masih belum cukup bukti? Jangan jauh-jauh, guys. Kalau kalian observant di Kompasiana, ada seorang Fiksianer berbakat yang sering menuliskan kisah derita tokoh perempuan lewat cerpen-cerpen dan serialnya.Â
Dalam ceritanya, tokoh perempuan sering kali digambarkan sebagai istri yang akan diceraikan, istri yang dipoligami, istri yang ditinggal suami dan menjadi single parent.
Well, banyak sekali ya, eksplorasi derita tokoh wanita dalam cerita. Lama-lama membosankan dan jadi klise. Telah banyak studi aliran sastra feminis yang mengupas budaya patriarki dan ketidakadilan pada perempuan dalam karya fiksi.
Hmmm meresahkan. Berangkat dari keresahan itu, Young Lady mencoba hadir dengan idealisme baru: tokoh wanita dilarang sakit. Sebagai gantinya, tokoh prialah yang harus sakit dan terluka.Â
Bila ada tokoh yang harus terluka, mengidap penyakit parah, kecelakaan, atau mengalami kekerasan berulang, dia haruslah tokoh pria. Lindungi tokoh wanita dari rasa sakit.
Tak terhitung berapa kali Young Lady mengeksplorasi derita dan luka tokoh pria dalam cerita-cerita cantik di Kompasiana. Sebagian tokoh pria 'disiksa' Young Lady dengan total. Semua itu Young Lady lakukan semata demi membunuh kegelisahan dan memutus mata rantai derita tokoh wanita dalam cerita.Â
Membaca karya fiksi besar pengaruhnya bagi pembaca. Bila pembaca terus-menerus disuguhi derita tokoh wanita, dampak fatalnya adalah perasaan inferior bagi pembaca wanita.Â
Timbul pula perasaan tidak adil. Sedangkan tokoh pria akan merasa lebih superior. Padahal dalam suatu tingkat-tingkatan relasi, kesetaraan antara pria dan wanita diperlukan.
One more...
Tokoh wanita, dilarang sakit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H