Taraaaaa, Young Lady is back! Minggu ini lumayan melelahkan. Sebenarnya, lelahnya dari minggu sebelumnya lagi. Anyway Young Lady mau cerita.
Bulan Juli lalu, selepas melalui sidang dan revisian, terbersit di pikiran Young Lady untuk menulis novel bersama. Saat itu belum ke pikiran mau ajak siapa.Â
Tujuan Young Lady menulis bersama semata ingin merayakan kelulusan dengan cara berbeda. Awalnya, Young Lady ingin ajak kompasianer.Â
Beberapa Kompasianer Young Lady dekati secara private, tetapi tak ada yang bisa. Maybe tak ada Kompasianer yang suka menulis sama Young Lady kali ya. Cause Young Lady cantik sudah punya pakem dan stylenya sendiri.
Ok fine...
Sampai khairnya, seorang kawan membagikan pengumuman event menulis novel bersama dari sebuah penerbit. Syaratnya, penulis harus mengirimkan sampel naskah. Penulis yang lolos seleksi akan diberi outline. Ide cerita berasal dari penerbit tersebut.
Wow, boleh juga. Tanpa membuang waktu, segera saja Young Lady kirim sampel naskah. Dua minggu kemudian, Young Lady terpilih sebagai salah satu penulis dalam project menulis bersama itu! Thanks God. Tuhan mengabulkan bisikan hati ini.
Mulailah dibentuk grup Whatsapp. Isinya CEO, beberapa editor, dan tiga penulis terpilih. Reaksi pertama Young Lady saat menerima outline dari CEO adalah kaget.Â
Gimana nggak kaget? Genre novelnya komedi romantis, baby. Kalau romance aja sih nggak paa-apa. Ini ditambah dengan komedi. Young Lady belum pernah menulis komedi, mylove.
Penulis diberi waktu sampai Agustus untuk riset. Mulailah Young Lady riset segala sesuatu tentang cerita komedi. Mulai dari menonton beragam komedi situasi, membaca cerita lucu, sampai riset harga produk makanan yang menjadi salah satu sentral dalam isi cerita.
Agustus tiba. Young Lady masih santai, karena tenggat waktu pengerjaan belum mulai. Penulis bagian Chapter 1-3 duluan yang mulai.
Seminggu kemudian, terjadi hal tak terduga. Gadis kecil penulis chapter 1-3 belum mengerjakan naskahnya! Jadilah tukar posisi. Young Lady cantik menjadi pemegang kunci awal cerita. Tukar guling yang mendebarkan, karena Young Lady tak tahu bagaimana harus membuka cerita. Semua kisi-kisi hasil riset jadi tak terpakai.
Bayang kegagalan berputar di kepala Young Lady. 25 halaman, 3 Chapter, 7 hari. Mampukah Young Lady menyelesaikannya? Menyelesaikan novel dengan tema yang benar-benar baru.
Jalan pintas diambil. Tokoh utama memang bukan milik Young Lady. Namun, izinkan Young Lady memasukkan tokoh pendukung milikku.
Mulailah Young Lady menulis. Ngebut as usual. Young Lady cantik menulis marathon. Tokoh utama bolehlah Panji si pengantar pizza. Tetapi, tokoh pendukung tetaplah Calvin Wan si pengusaha tampan dan kaya. Horeeeeee. Novel boleh komedi romantis, akan tetapi tetap ada sisipan pesan musikal.
Memulai cerita malah menyenangkan buat Young Lady. Galau membawa berkah. Ketika mengawali cerita, Young Lady cantik malah meletakkan pakemnya Young Lady dari awal sampai akhir novel. Dan...kalian tahu apa yang terjadi? Bagian yang harus ditulis Young Lady cantik selesai dalam semalam. 26 halaman, 3 chapter, satu malam. Padahal deadlinenya seminggu.
Capek? Of course. Puas? Cukup puas. Bersyukur? Iya, karena Young Lady boleh memasukkan Calvin sebagai karakter pendukung.
Minggu demi minggu berlalu. Dua teman Young Lady menyerahkan bagiannya. Hasilnya melampaui ekspektasi. Mereka tetap memunculkan tokoh milik Young Lady di chapter 4 sampai akhir! Itu di luar ekspektasi. Dan mereka mengikuti pakemnya Young Lady dengan menyisipkan lagu-lagu di tengah cerita. Cakep...
So, pelajaran apa yang bisa dipetik dari pengalaman nulis bareng ini? Toleransi. Ya, toleransi bukan hanya digunakan untuk menyikapi perbedaan etnis, agama, dan pendapat. Tetapi juga dalam mengerjakan sebuah novel. Tiap penulis yang bekerja di dalamnya harus toleran. Toleran pada kesibukan orang lain, toleran pada karakter mereka, dan toleran pada gaya menulis yang berbeda-beda.
Menulis novel bersama juga mengajarkan kedisiplinan. Kami para penulis diajari menghargai waktu. Kami belajar untuk tidak melampaui deadline. Melebihi deadline sama saja tidak disiplin.
Yang terpenting adalah saling memahami dan menghargai style. Ada pula keberanian untuk keluar dari zona nyaman. Young Lady, yang biasanya menggunakan tokoh utama yang cantik dan tampanku ini harus mengolah tokoh utama yang absurd. Walau belajar sesuatu yang baru, tetapi tetap menjadi diri sendiri. Menulis novel bersama mengajarkan banyak hal buat Young Lady. Menulis bersama di sini tidak terlalu banyak anggotanya. Tiap anggota memiliki porsi yang asma. Esensinya berbeda dari pada menulis buku bersama puluhan orang sekaligus.
Jika ingin belajar toleransi di dunia literasi cobalah menulis bersama dua-tiga orang.
Kompasianer, maukah kalian menulis bersama?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H