Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menulis Novel Bersama, Belajar Toleransi

21 Agustus 2019   06:00 Diperbarui: 21 Agustus 2019   06:42 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seminggu kemudian, terjadi hal tak terduga. Gadis kecil penulis chapter 1-3 belum mengerjakan naskahnya! Jadilah tukar posisi. Young Lady cantik menjadi pemegang kunci awal cerita. Tukar guling yang mendebarkan, karena Young Lady tak tahu bagaimana harus membuka cerita. Semua kisi-kisi hasil riset jadi tak terpakai.

Bayang kegagalan berputar di kepala Young Lady. 25 halaman, 3 Chapter, 7 hari. Mampukah Young Lady menyelesaikannya? Menyelesaikan novel dengan tema yang benar-benar baru.

Jalan pintas diambil. Tokoh utama memang bukan milik Young Lady. Namun, izinkan Young Lady memasukkan tokoh pendukung milikku.

Mulailah Young Lady menulis. Ngebut as usual. Young Lady cantik menulis marathon. Tokoh utama bolehlah Panji si pengantar pizza. Tetapi, tokoh pendukung tetaplah Calvin Wan si pengusaha tampan dan kaya. Horeeeeee. Novel boleh komedi romantis, akan tetapi tetap ada sisipan pesan musikal.

Memulai cerita malah menyenangkan buat Young Lady. Galau membawa berkah. Ketika mengawali cerita, Young Lady cantik malah meletakkan pakemnya Young Lady dari awal sampai akhir novel. Dan...kalian tahu apa yang terjadi? Bagian yang harus ditulis Young Lady cantik selesai dalam semalam. 26 halaman, 3 chapter, satu malam. Padahal deadlinenya seminggu.

Capek? Of course. Puas? Cukup puas. Bersyukur? Iya, karena Young Lady boleh memasukkan Calvin sebagai karakter pendukung.

Minggu demi minggu berlalu. Dua teman Young Lady menyerahkan bagiannya. Hasilnya melampaui ekspektasi. Mereka tetap memunculkan tokoh milik Young Lady di chapter 4 sampai akhir! Itu di luar ekspektasi. Dan mereka mengikuti pakemnya Young Lady dengan menyisipkan lagu-lagu di tengah cerita. Cakep...

So, pelajaran apa yang bisa dipetik dari pengalaman nulis bareng ini? Toleransi. Ya, toleransi bukan hanya digunakan untuk menyikapi perbedaan etnis, agama, dan pendapat. Tetapi juga dalam mengerjakan sebuah novel. Tiap penulis yang bekerja di dalamnya harus toleran. Toleran pada kesibukan orang lain, toleran pada karakter mereka, dan toleran pada gaya menulis yang berbeda-beda.

Menulis novel bersama juga mengajarkan kedisiplinan. Kami para penulis diajari menghargai waktu. Kami belajar untuk tidak melampaui deadline. Melebihi deadline sama saja tidak disiplin.

Yang terpenting adalah saling memahami dan menghargai style. Ada pula keberanian untuk keluar dari zona nyaman. Young Lady, yang biasanya menggunakan tokoh utama yang cantik dan tampanku ini harus mengolah tokoh utama yang absurd. Walau belajar sesuatu yang baru, tetapi tetap menjadi diri sendiri. Menulis novel bersama mengajarkan banyak hal buat Young Lady. Menulis bersama di sini tidak terlalu banyak anggotanya. Tiap anggota memiliki porsi yang asma. Esensinya berbeda dari pada menulis buku bersama puluhan orang sekaligus.

Jika ingin belajar toleransi di dunia literasi cobalah menulis bersama dua-tiga orang.

Kompasianer, maukah kalian menulis bersama?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun