"Aku." jawab Calvin.
Keduanya saling tatap. Detik itu, hati Alea bagai tertmpar. Berhari-hari dia meninggalkan Calvin untuk urusan pekerjaan. Bahkan ia sengaja pergi ke Singapura di hari raya semata demi kesibukan. Bukannya marah, Calvin malah menghadiahinya sebuah lagu.
"Calvin, I'm so sorry..." lirih Alea.
"No problem. Jangan diulang lagi."
Frekuensi hati mereka naik dan terus naik. Dengan cepat, Alea memahami bahasa cinta suaminya. Calvin menegur Alea dengan lembut. Katakanlah lagu itu sebagai peringatan. Peringatan agar Alea tidak melupakan siapa yang paling utama.
Jari kelingking Alea mendarat manis di sisi kelingking Calvin. Berjanji tanpa kata untuk tidak mengulangi kebiasaan workaholicnya. Ditatapnya sepasang mata sipit itu lekat-lekat. Diyakinkannya Calvin bahwa ia keluar rumah bukan untuk mencari malaikat baru, tetapi untuk menolong ratusan perempuan yang terdiskriminasi.
"Time to go." Alea gelisah, melirik arlojinya.
"Haruskah sepagi ini?"
Alea mengangguk. Waktunya makin menipis. Perempuan-perempuan korban kekerasan seksual itu pasti telah menunggunya.
"Ingat pesanku, Alea."
"Iya."