Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kala Jose Bertanya pada Calvin, A Flash Fiction

25 Juli 2019   06:00 Diperbarui: 25 Juli 2019   06:32 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di balik wajah tenangnya, sesungguhnya Jose menyimpan sebentuk kekhawatiran. Jose mewarisi pembawaan tenang Ayahnya. Akan tetapi, di sore berhujan dengan langit seputih mutiara itu, Jose gagal berpura-pura.


Ia khawatir, sangat khawatir. Dua bentuk kekawatiran menjajah hatinya: khawatir Ayahnya sakit, dan khawatir Ayah Calvin lebih banyak memberikan waktu untuk Bunda Alea. Entah, akhir-akhir ini ia rasakan dorongan kuat untuk memiliki Ayah Calvin seutuhnya. Kalau kata Silvi, ini penyakit anak tunggal. Anak tunggal yang dibesarkan ayah tunggal. Hanya ayah satu-satunya yang termiliki.

Resah, anak tunggal berparas tampan itu menjatuhkan diri ke kursi piano. Dimainkannya benda hitam-putih itu dengan gamang. Tanpa nyanyian, cukup instrumental saja.

Aku mengaku bisa

Tapi hati tak bisa

Sesungguhnya ku berpura-pura

Relakan kaupilih cinta yang kaumau

Sesungguhnya ku tak pernah rela

Karena ku yang bisa

Membuat hatimu utuh (Tangga-Utuh).

Di luar sana, hujan kian lebat. Tusukan hawa dinginnya menembus tembok dan kaca. Refleks Jose menekapkan tangan ke dada.

Hujan, hujan membuatnya serasa jauh dari sang ayah. Jose membenci hujan. Tetesan air langit pula yang membuat orang mudah sakit.

Sakit? Lagi-lagi ucapan Ayahnya melintas.

"Sepertinya Ayah mau flu."

Demi mendengar itu, langsung saja Jose meminta pada Yang Memberi Hidup agar penyakit ringan semacam flu tak menghinggapi tubuh Ayah Calvin. Bila perlu, dirinya saja yang sakit. Tak terbayangkan bila Ayah Calvin harus meminum lebih banyak obat lagi.

Voilet, dirinyalah yang sakit. Obatnya bertambah lagi. Tak apa, sungguh tak apa. Jose rela dirinya lebih sakit asalkan kondisi Ayahnya terkontrol.

Hmmmm, punya kelainan darah memang merepotkan.

Deru mobil memburai lamunan. Tergesa Jose membuka pintu utama. Ah, itu mobil putih yang dinantinya. Pria tampan berkacamata turun dari mobil. Ayah Calvin mengenakan jas putih, tampan seperti malaikat.

"Sayangku...kenapa tidak istirahat? Ayo kembali ke kamarmu," kata Ayah Calvin lembut. Disentuhkannya tangan ke kening Jose. Hangat, hangat yang sama seperti tadi pagi.

"Dimana Bunda Alea?" Jose bertanya, mengira sosok cantik itu akan turun dari mobil menyusul Ayahnya.

"Bundamu di Hotel Pullman, mempresentasikan pekerjaannya."

Jose menurut saja ketika Ayah Calvin membawanya kembali ke kamar. Tak lama, Jose telah berada dalam pelukan hangat Ayah Calvin. Tempat teraman yang pernah dia miliki.

"Ayah..." gumam Jose lirih.

"Iya, Sayang?"

"Pernahkah Ayah merasa lelah harus minum obat pengencer darah tiap hari?"

"Tidak. Itu sebuah kenyataan. Ayah tahu diri. Jalani saja. Kamu lelah ya, My Lovely?"

"Ayah pernah jenuh nggak harus minum obat setiap hari?"

"Tidak."

Bukan, itu bukan pertanyaan semata. Itu pertanda kelelahan. Terasa sekali.

Ayah Calvin mencium kening Jose. Membelai rambutnya dengan lembut. Tidak mudah, sangat tidak mudah bagi anak yang masih belia saat dihadapkan pada vonis kelainan darah. Kelainan darah yang menurun dari Ayahnya. Anak mana yang dengan senang hati minum obat setiap hari hanya untuk mengontrol darahnya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun