Di balik wajah tenangnya, sesungguhnya Jose menyimpan sebentuk kekhawatiran. Jose mewarisi pembawaan tenang Ayahnya. Akan tetapi, di sore berhujan dengan langit seputih mutiara itu, Jose gagal berpura-pura.
Ia khawatir, sangat khawatir. Dua bentuk kekawatiran menjajah hatinya: khawatir Ayahnya sakit, dan khawatir Ayah Calvin lebih banyak memberikan waktu untuk Bunda Alea. Entah, akhir-akhir ini ia rasakan dorongan kuat untuk memiliki Ayah Calvin seutuhnya. Kalau kata Silvi, ini penyakit anak tunggal. Anak tunggal yang dibesarkan ayah tunggal. Hanya ayah satu-satunya yang termiliki.
Resah, anak tunggal berparas tampan itu menjatuhkan diri ke kursi piano. Dimainkannya benda hitam-putih itu dengan gamang. Tanpa nyanyian, cukup instrumental saja.
Aku mengaku bisa
Tapi hati tak bisa
Sesungguhnya ku berpura-pura
Relakan kaupilih cinta yang kaumau
Sesungguhnya ku tak pernah rela
Karena ku yang bisa
Membuat hatimu utuh (Tangga-Utuh).
Di luar sana, hujan kian lebat. Tusukan hawa dinginnya menembus tembok dan kaca. Refleks Jose menekapkan tangan ke dada.
Hujan, hujan membuatnya serasa jauh dari sang ayah. Jose membenci hujan. Tetesan air langit pula yang membuat orang mudah sakit.
Sakit? Lagi-lagi ucapan Ayahnya melintas.
"Sepertinya Ayah mau flu."
Demi mendengar itu, langsung saja Jose meminta pada Yang Memberi Hidup agar penyakit ringan semacam flu tak menghinggapi tubuh Ayah Calvin. Bila perlu, dirinya saja yang sakit. Tak terbayangkan bila Ayah Calvin harus meminum lebih banyak obat lagi.
Voilet, dirinyalah yang sakit. Obatnya bertambah lagi. Tak apa, sungguh tak apa. Jose rela dirinya lebih sakit asalkan kondisi Ayahnya terkontrol.
Hmmmm, punya kelainan darah memang merepotkan.
Deru mobil memburai lamunan. Tergesa Jose membuka pintu utama. Ah, itu mobil putih yang dinantinya. Pria tampan berkacamata turun dari mobil. Ayah Calvin mengenakan jas putih, tampan seperti malaikat.
"Sayangku...kenapa tidak istirahat? Ayo kembali ke kamarmu," kata Ayah Calvin lembut. Disentuhkannya tangan ke kening Jose. Hangat, hangat yang sama seperti tadi pagi.
"Dimana Bunda Alea?" Jose bertanya, mengira sosok cantik itu akan turun dari mobil menyusul Ayahnya.
"Bundamu di Hotel Pullman, mempresentasikan pekerjaannya."
Jose menurut saja ketika Ayah Calvin membawanya kembali ke kamar. Tak lama, Jose telah berada dalam pelukan hangat Ayah Calvin. Tempat teraman yang pernah dia miliki.
"Ayah..." gumam Jose lirih.
"Iya, Sayang?"
"Pernahkah Ayah merasa lelah harus minum obat pengencer darah tiap hari?"
"Tidak. Itu sebuah kenyataan. Ayah tahu diri. Jalani saja. Kamu lelah ya, My Lovely?"
"Ayah pernah jenuh nggak harus minum obat setiap hari?"
"Tidak."
Bukan, itu bukan pertanyaan semata. Itu pertanda kelelahan. Terasa sekali.
Ayah Calvin mencium kening Jose. Membelai rambutnya dengan lembut. Tidak mudah, sangat tidak mudah bagi anak yang masih belia saat dihadapkan pada vonis kelainan darah. Kelainan darah yang menurun dari Ayahnya. Anak mana yang dengan senang hati minum obat setiap hari hanya untuk mengontrol darahnya?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI