Lima belas menit kemudian, Steven kembali ke kelas. Wajahnya bercahaya. Sebatang coklat tergenggam di tangan.
"Jose, Ayah kamu baik banget. Semua anak dikasih coklat." pujinya.
Ah, itu biasa. Ratusan kali Jose mendengar orang-orang memuji Ayahnya. Ayah Calvin memang baik hati dan lembut, seperti malaikat. Hmmmm, malaikat mana yang membiarkan anak sakit sendirian?
** Â Â
Pelajaran Bahasa Indonesia berlangsung menyenangkan. Hari ini, guru menyuruh mereka menulis cerita. Jose sangat menikmati. Menulis cerita, ini keahliannya.
Sebagian besar anak kesulitan merangkai kata. Mereka tak terbiasa menulis. Dengan senang hati, Jose membantu teman-temannya. Bukan membantu memberi contekan, tetapi mengajari mereka merangkai kata menjadi cerita yang indah.
Selalu saja begitu. Puluhan kali, sepanjang tahun, Jose membantu teman-temannya soal pelajaran. Dia tak pelit ilmu. Anak yang hampir selalu juara kelas itu membuat gurunya bangga. Bangga dengan tulisannya yang bagus, bangga pula dengan kebaikan hatinya.
"Kamu benar-benar mirip Ayahmu, Jose. Pintar dan baik hati." puji guru setengah baya berkacamata itu.
Biasanya Jose senang disamakan dengan Ayah Calvin. Kali ini tidak.
Ada lagi yang tidak senang: Adi. Anak nakal itu menengadah dengan wajah iri. Tanpa ragu, dia berseru lantang.
"Mendingan aku nggak bisa nulis cerita daripada kena bintik-bintik merah di wajah!"