Simfoni Cinta Jose, Akankah Ayah Berhenti Mencintaiku?
"Hei...bentar algi ada yang punya ibu tiri!"
"Nggak enak loh, punya ibu tiri! Nanti kamu disuruh beres-beres rumah, dimarahin, daaaan nggak dibolehin ikut ke pesta!"
"Yeeee, kayak cerita Cinderella aja!"
Ujaran-ujaran itu menghantuinya. Benarkah punya ibu tiri itu mengerikan? Bukankah calon Bundanya sangat baik?
"Teman-temaaaan, ketua kelas teladan kita mau punya ibu tiri!" teriak Adi, nadanya mengejek.
Seisi kelas menoleh. Ada yang melempar pandang marah, sebagian besar kaget, lainnya tak peduli. Silvi bergegas mendekati Jose. Memegang tangan sepupunya, memberi tatapan menenangkan.
Ibu tiri, mengapa dua kata itu terkesan menakutkan? Seketika Jose merasakan gelombang kecemasan menggulung hatinya rapat-rapat. Bagaimana bila Bunda barunya ternyata jahat? Bagaimana bila Bunda barunya akan bersikap kasar apdanya kelak? Bagaimana bila...
Ah, inilah yang paling ditakutkannya. Bagaimana bila Bunda barunya merebut Ayah Calvin darinya? Jose tak bisa jauh dari Ayah Calvin. Hanya Ayah Calvin satu-satunya yang ia miliki.
"Jangan dengarkan Adi," bisik Silvi.
"Dia sirik aja kamu mau punya Bunda baru. Ibunya Adi kan nggak secantik dan sebaik Bunda Alea."
Ya, Bunda Alea sangat cantik. Jose tak puas memuji kecantikan Bundanya. Selera Ayah Calvin tinggi.
Baik? Tentu saja. Berulang kali Jose merasakan kebaikan dan perhatian Bunda Alea. Sebagian hati Jose mempercayainya.
Masih tercermin kekhawatiran di wajah tampan Jose. Bayangan wajah Ayah Calvin dan Bunda Alea muncul bergantian. Sosok-sosok tampan dan cantik yang membuatnya tenang.
Tapi...
Benarkah punya ibu tiri akan seindah punya ibu yang melahirkan kita?
Jose tak pernah mengenal Bunda Sivia. Wanita Manado Borgo itu meninggal terlalu cepat. Ayah Calvin merawatnya sendirian. Kasih sayang Ayah Calvin teramat besar, membuat Jose nyaman dengannya. Jangan harap Jose mau saja dipisahkan dengan Ayahnya.
Lama memikirkan Ayah Calvin, Jose rindu. Padahal baru beberapa jam mereka terpisah. Ayah Calvin pun masih ada di sekitar yayasan, mengajar musik seperti biasa. Tetapi Jose rindu, sangat rindu.
Serasa Ayah Calvin jauh sekali darinya. Sejak perkabungan dalam keluarga besar dan rencana pernikahan dengan Bunda Alea, Ayah Calvin banyak berubah. Tak banyak lagi waktunya untuk Jose. Ia rasakan sepertiga malamnya begitu dingin karena Ayah Calvin jarang menemaninya. Tak ada lagi belaian, pelukan, ciuman di kening, dan suara lembut yang bercerita di sepertiga malamnya.
Ayah Calvin lebih sering sibuk sendiri. Kalau sudah sampai di rumah, ia tidur lebih lama dari biasanya. Jose kesepian, sangat kesepian. Kehadiran Silvi, Paman Revan, Paman Adica, dan teman-temannya tak sanggup menggantikan Ayah Calvin.
"Kata-kata Pringadi Amran jangan dimasukkin ke hati ya..." ujar Silvi, menatap Jose lembut dengan mata birunya yang teduh.
Entah, Jose tak bisa melupakannya begitu saja. Kata-kata calon ketua kelas gagal itu cukup melukai. Ia jadi khawatir. Akankah Ayah Calvin berhenti mencintainya?
** Â Â
Ada cinta yang sejati
Ada sayang yang abadi
Walau aku amsih memikirkannya
Aku masih berharap kau milikku
Sejauh ku melangkah
Hatiku kamu
Sejauh aku pergi
Rinduku kamu
Masihkah hatimu aku
Meski ada hati yang lain
Ada cinta yang sejati
Ada sayang yang abadi
Walau kau masih memikirkannya
Aku masih berharap kau milikku
Andai harus terpisahkan
Mungkin inilah takdir cintaku (Isyana Sarasvati-Masih Berharap).
Lihatlah, kini Ayah Calvin tengah berpelukan dengan Bunda Alea. Telah lama Jose tak dipeluk seperti itu. Dari tangga marmer pembatas teras dan taman, Jose bisa memandangi Ayahnya dengan jelas. Ayah Calvin mengulas senyum menawan pada calon istrinya. Pria berjas hitam itu mendekap Bunda Alea mesra.
"Bagaimana kopi daratnya dengan blogger itu?" tanya Ayah Calvin lembut.
Bunda Alea tersenyum manis. "Sangat menyenangkan. Aku terinspirasi menulis artikel setelah ngobrol dengannya. Artikel tentang penamaan pada etnis tertentu."
"That's good."
Prang!
Bunyi barang pecah di kaki tangga menyadarkan mereka. Refleks Ayah Calvin dan Bunda Alea melompat berpisah. Terburu menaiki tangga ke teras.
"Jose!" Bunda Alea memekik tertahan.
"Sayang..." Ayah Calvin berkata cemas, cemas luar biasa.
Guci mahal itu hancur. Kaki, tangan, dan kepala Jose terluka. Darah segar menodai marmer bagai bunga-bunga merah.
Kesakitan berbaur dengan kecemasan. Mudah sekali Jose terluka, persis Ayahnya. Mungkinkah mereka memiliki kelainan darah yang sama?
"Ayah..." rintih Jose kesakitan.
Tanpa kata, Ayah Calvin menggendongnya ke kamar utama. Bunda Alea memanggil dokter. Ketiga asisten rumah tangga panik melihat ceceran darah.
Hati Jose perih, sangat perih. Mengapa Ayahnya baru kembali sekarang? Luka adalah kunci.
"Ayah...Jose nggak mau sakit terus. Jose mau main basket lagi, traveling sama Ayah, dan lanjutin nulis Manusia Bandara."
Dalam kesakitan, anak lelaki berparas tampan dan berhidung mancung itu menyebut-nyebut harapannya. Ayah Calvin terenyuh. Ya, waktunya tersita untuk hal lain akhir-akhir ini. Pantas saja bila sang buah hati semata wayang merindukannya.
Ayah Calvin menggenggam tangan Jose. Kecemasan mendalam terukir di mata sipit anaknya. Sedikit demi sedikit Ayah Calvin menyelami isi hati Jose. Anak itu takut, takut kehilangan Ayahnya. Ia takut rasa cinta Ayah Calvin berkurang seiring pernikahannya.
"Ayah di sini, Sayang. Ayah tidak akan pernah jauh darimu..." ujar Ayah Calvin lembut. Tak perlu, tak perlu Jose menyuarakan isi hatinya.
Luka-luka begini mungkin ringan saja bagi orang normal. Lain ceritanya bila dialami mereka yang punya kelainan darah. Jose kesakitan, amat kesakitan. Sakit ini membuatnya muntah.
Tapi...
Apa pun bisa ia hadapi kecuali perpisahan. Jose kuat menghadapi apa pun selama Ayah Calvin di sisinya.
"Ayah tinggal-tinggal aku terus. Ayah berubah sejak Auntie Ashilla meninggal. Ayah berubah waktu setelah melamar Bunda Alea." lirih jOSe.
Belaian Ayah Calvin sedikit menenangkan. Lama sekali rambut Jose tak dielus sehangat ini. Lembut dan sabar, Ayah Calvin menjelaskan.
"Sedihnya kenyataan, Sayang. Orang yang dicintai bukan sepenuhnya milik kita. Bahkan rambut ini..." Lagi-lagi Ayah Calvin membelai rambut Jose.
"Rambut ini milik Tuhan. Saat ini Ayah memberi banyak waktu untuk hal lain. Tapi, bukan berarti Ayah berhenti mencintaimu, Sayangku. Hanya masalah waktu..."
Tanpa diduga, Bunda Alea menyusul masuk ke kamar utama. Pelan-pelan dicobanya memeluk anak tirinya. Jose tak menolak. Menatap wajah cantik Bunda Alea mengalirkan sedikit ketenangan.
"Tidak apa-apa, Sayang..." bisiknya.
"Tidak apa-apa kalau Jose berubah pikiran. Jose itu selalu ada di hati Ayah Calvin, dengan atau tanpa Bunda. Kehadiran Bunda Alea tidak akan menghapus cinta Ayah untukmu. Tapi tidak apa-apa Nak, kalau hatimu berbalik. Bunda ikhlas."
Suara Bunda Alea sedikit bergetar. Manik matanya melirik Ayah Calvin penuh cinta. Meski begitu, ia siap. Siap menerima keputusan yang dijatuhkan tangan takdir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H