Jose menurut. Diambilnya empat kotak buah anggur. Buah-buah mungil berwarna merah itu telah dikemas rapi dalam kotak. Tak perlu lagi mengemas dengan plastik dan menimbang beratnya.
Baru saja Jose hendak meletakkan kotak-kotak itu ke troli, ia kembali kesakitan. Mata itu mengirimkan tusukan rasa sakit yang lebih tajam. Tubuhnya limbung nyaris jatuh. Seorang wanita paruh baya lewat sambil mendorong troli.
"Jose Sayang, awas ada troli."
Ayah Calvin tersadar ada bahaya di depan anaknya. Sesaat tadi ia disibukkan dengan notifikasi e-mail di iPhonenya.
Terlambat. Jose memang tidak tertabrak troli. Tetapi sisi tubuhnya membentur rak. Benturan itu menyakitkan. Jose terluka dan memar.
"Sayangku...maafkan Ayah. Maaf...Ayah nggak bisa jaga kamu." Ayah Calvin meminta maaf berulang-ulang.
Sakitnya makin menjadi. Jose bersandar di pelukan Ayah Calvin. Ayah Calvin menyesal sekali karena ceroboh menjaga Jose. Pria berkacamata itu tak bisa menatapi gurat kesakitan di wajah anaknya.
Tanpa diduga, wanita paruh baya pendorong troli menatap Jose tajam. Ia berkata ketus.
"Kalo nggak bisa liat, jangan sok! Maunya jalan sendiri!"
Wajah Jose pucat pasi. Dirinya tidak bisa melihat? Tidak, itu tidak benar. Matanya memang sakit, tapi Jose masih bisa melihat. Prasangka lebih menyakitkan dari luka fisik.
** Â Â