Takdir. Benarkah karena takdir Sivia pergi meninggalkan Jose dan Ayah Calvin? Benarkah takdir yang menuliskan Sivia harus pergi di hari raya?
"Bunda..." lirih Jose, membenamkan wajah di tangannya. Kepalanya mulai terasa sakit. Begitu pula hatinya.
"Kenapa Bunda harus dijemput Izrail? Kalau Bunda masih ada, Ayah nggak akan kelelahan merawat Jose. Bunda kok tega sih ninggalin Ayah yang lagi sakit?"
Pedih hati Ayah Calvin mendengarnya. Ia peluk Jose erat-erat. Jose, putra semata wayangnya yang tampan, harus tumbuh tanpa ibu. Sama seperti dirinya sewaktu kecil.
** Â Â
Tiga hari sebelum hari raya, Ayah Calvin mengajak Jose pergi berdua. Mereka membeli bingkisan hari raya untuk tiga asisten rumah tangga dan supir pribadi. Sudah menjadi kebiasaan Ayah Calvin untuk berbagi setiap tahunnya.
Sebenarnya Jose segan ikut pergi. Matanya sakit sekali. Sakit itu menjalar ke bagian tubuh yang lain. Satu anggota tubuh kesakitan, seluruh tubuh ikut merasakan. Namun ia bertekad tak ingin memanjakan rasa sakit. Ayah Calvin saja bisa beraktivitas normal, mengapa dia tidak bisa?
Supermarket dipadati pengunjung sore itu. Masih ada kesibukan di hari-hari terakhir bulan mulia. Ironisnya, masjid eksekutif di samping supermarket justru sepi. Belanja barang duniawi lebih menarik dibandingkan belanja pahala pada Tuhan.
Para pengunjung wanita melempar pandang kagum pada Ayah Calvin. Terpesona menatapi pria tampan bermata sipit merangkul anak lelakinya yang tak kalah rupawan. Hot daddy, pasti dua kata itu yang berkelebatan di pikiran mereka.
"Ayah mau kasih apa aja buat mereka?" Jose menanyai Ayahnya saat mereka menyusuri lorong berisi rak buah-buahan di kanan-kirinya.
"Minuman ringan, buah-buahan, baju, sama buku bacaan. Sayang, ambilkan anggur yang di depan itu ya." pinta Ayah Calvin.