"Ayah butuh refleksi dan kontemplasi. Mungkin sekarang kamu belum mengerti. Satu hal yang harus kamu tahu: Ayah habiskan sebagian besar waktu untukmu."
Tetiba, pelukan Ayah Calvin bertambah erat. Tangan kanan Ayah Calvin, yang digenggam Jose, terasa sangat dingin. Walau dalam diam, Jose paham Ayahnya kesakitan lagi. Tanda tanya berkejaran di kepala Jose. Sudahkah Ayahnya minum obat? Mengapa Ayahnya sakit punggung lagi? Pasti bukan hanya punggung, tetapi juga tulang-tulang lainnya.
"Ayah tidak tahu berapa lama sisa waktu yang termiliki...Ayah ingin memanfaatkannya semaksimal mungkin."
Dapat Jose rasakan helaan nafas Ayahnya semakin berat. Tubuh Ayahnya melemah lagi. Bukan sekali-dua kali didengarnya perkataan seperti itu.
"Ayah, jika waktu membawa Ayah sampai ke umur 50, apa Ayah akan tetap menyayangi Jose?" tanya Jose lirih.
Sejenak Ayah Calvin tertegun. Mengapa Jose bertanya begitu? 3 tahun lagi, usianya akan memasuki setengah abad. Sepertinya Jose takut dengan waktu.
"Tentu saja," sahut Ayah Calvin tenang.
"Ayah akan tetap menyayangi Jose. Hari ini, besok, dan selamanya."
Gelembung-gelembung kepedihan di hati Jose pecah. Entah ia harus sedih atau senang mendengarnya. Terlalu banyak kesedihan yang berkaitan dengan Ayah Calvin. Kasih sayang, hanya itu yang menjadi alasan kuat untuk terus bertahan melawan kesedihan demi kesedihan.
Jose takut dengan waktu. Dia tak ingin terpisah dari Ayahnya. Selama masih ada setitik kasih sayang, waktu dan perpisahan mungkin saja dapat berdamai.
** Â Â