Dear Mas Nurulloh COO Kompasiana,
Boleh kan Kompasianer cantik ini menyampaikan aspirasi lewat surat terbuka ini? Nah, biar nggak tegang, coba Mas Nurulloh yang baik bacanya sambil dengerin lagu. Young Lady cantik kasih musik nih.
Pertama, Young Lady kecewa pada Kompasiana yang memasang header qucik count. Karena apa coba? Karena gara-gara itu, Kompasiana jadi berat. Login susah, kolom komentar nggak muncul, kolom vote berat, share artikel nihil, mau blogwalking juga nggak bisa. Well, Young Lady cantik jadi bertanya-tanya. Mengapa Kompasiana harus memasang header quick count? Demi kepentingan politikkah? Demi profitkah? Atau dua-duanya? Tanpa dipasang di Kompasiana pun, Kompasianer bisa cari tahu sendiri.Â
Sebuah header yang memberatkan dan melumpuhkan. Sebaiknya cabut saja. Ataukah ini perintah langsung dari Kompas induk? Young Lady rasa, ini bagian dari politik. Platform Kompasiana ingin ikut menerjunkan diri ke kancah politik nasional, tapi kondisi web masih lemah. Menurut Young Lady, perbaiki dulu kualitas Itnya kalau mau pasang sesuatu yang berat-berat.
Kedua, Young Lady cantik ingin menyampaikan sesuatu. Ini mungkin agak lancang. Sebagai COO Kompasiana, kenapa tidak mencoba meniru jejak keberanian foundernya? Ya, we knowlah. Yang kini hengkang dari Kompasiana tercinta dan membuat platform sendiri bernama pepnews. Kenapa tidak mencoba berani seperti dirinya?
Berani yang dimaksud Young Lady adalah, berani membuat jaringan. Berani membuka peluang-peluang baru yang lebih segar untuk Kompasianer. Berani melirik orang-orang muda kreatif dan bakat-bakat bagus di Kompasiana. Eits, bukan hanya kegiatan nangkring, kopdar, Kompasiana visit, Krewards, danon blogger academy, atau blog competition. Itu sih biasa. Biasa banget malah.
Kenapa Mas Nurulloh nggak coba gandeng penerbit-penerbit di bawah naungan Kompas Group untuk melirik Kompasiana? Tarik chief editornya, ajak mereka berburu bakat-bakat menjanjikan di Kompasiana. Yakin deh, kalau Mas Nurulloh mau ulurkan tangan buat Kompasianer-Kompasianer berbakat untuk masuk dalam industri perbukuan nasional, Mas Nurulloh akan dikenang sebagai COO Kompasiana yang berani dan inovatif seperti pendahulunya.
Kompasiana adalah platform menulis. Tak sedikit penulisnya yang berbakat. Tak sedikit pula yang berusaha mengejar mimpi...cieee, kayak lagunya Patton Idola Cilik...mengejar mimpi untuk menerbitkan buku di jagat mayor.Â
Kompasiana, di bawah Kompas Grup, sebenarnya punya posisi strategis untuk menuntun Kompasianer agar lebih berkembang. So far, sepertinya Kompasianer yang ingin menerbitkan buku, jalan sendiri tuh. Riskan mendapat support dari media dimana tulisan-tulisannya bermuara.
Ehm...mau bukti? Coba check siapa saja Kompasianer kece yang udah nerbitin buku. Ada x admin, Rachmah Dewi dengan bukunya, Semoga Pilihanku Juga Pilihanmu. Lalu ada x admin juga, Nurhasanah, yang menerbitkan buku Pagi Gerimis. Opa Effendi dengan bukunya Beranda Rasa. Pak Katedrarajawen dengan novel Satu Cinta Dua Agama.Â
Bapak puisi kita tersayang, Pak Tian, dengan buku antologi puisi Hujan Kata Kota Logam. Young Lady cantik sendiri, dengan The Chosen Lady. Daaan...masih banyak lagi Kompasianer yang sudah menerbitkan buku sambil jalan sendiri, atau bahkan tertatih-tatih.
Nah, banyak kan? Lalu...coba kita ingat-ingat kembali apa yang telah dilakukan sang pendahulu. Yups, ia juga menggandeng Kompasianer dan penerbit untuk berkolaborasi bersama. Tahu kan, buku Humor Politik Jokowi bukan untuk Presiden? Itu bukti, bahwa pendahulu Mas Nnurulloh berani membuka jaringan dengan penerbit, dan berani membuka peluang seterang Bintang Sirius untuk Kompasianer.
Penerbit di Kompas Group apa aja sih? Banyak, kan? Kalau Young Lady jadi Mas Nurulloh, Mas Nurulloh akan buka jaringan seluas-luasnya dengan penerbit, production house, dan TV. Paling dekat dengan penerbit dalam grup dululah ya. Lalu beranjak ke penerbit, PH, dan televisi di luar grup. Biar apa coba? Biar bisa menjaring bakat-bakat bagus di Kompasiana.
Menurut Young Lady, jaringan itu penting. Adanya jaringan juga makin menambah semangat para Kompasianer. Mereka jadi makin rajin menulis dan berlomba-lomba meningkatkan kualitas tulisan agar bisa diperhitungkan. Ingat, ini Kompasiana loh ya. Media besar. Jangan sampai menulis di Kompasiana rasanya seperti menulis di blogspot. Ayo, masa Kompasiana kalah sama dunia orange si wattpad? Di watty yang erotis binti seksi itu, sudah banyak editor dan penerbit, juga PH yang menggandeng penulis-penulisnya agar cerita mereka diterbitkan. Hellooooo, Kompasiana kapan dong?
Tidakkah Kompasiana punya iktikad baik untuk membuat Kompasianer lebih bersinar? Jadikan mereka bintang Sirius di dunia perbukuan nasional. Karena di Kompasiana, banyak penulis berbakat dan inspiratif.
Tiap hari, ribuan artikel tayang di Kompasiana. Mereka yang tulisannya HL, pilihan, NT, dan terpopuler adalah putra-putri Kompasiana terbaik. Bakat-bakat terpendam yang bisa jadi aset besar. Kalau putra-putri ganteng dan cantik ini dicuekin, lama-lama mereka bisa kabur loh dari Kompasiana.
So, tak ada salahnya Mas Nurulloh dan rekan-rekan di tim Kompasiana menuntun Kompasianer lewat jaringan.
Ketiga, Young Lady kecewa dengan program web series kerjasama dengan Pijaru tahun lalu. Bukan hanya karena web seriesnya kurang menarik, tetapi juga karena Kompasiana tidak melibatkan Kompasianer. Keliatan kalau Kompasiana itu maunya kerja sendiri, jalan sendiri. Tidak ada kekeluargaan dan sentuhan hangatnya dengan Kompasianer. Padahal Kompasianer adalah bagian penting untuk menghidupkan Kompasiana.
Sayang sekali, pengerjaan web seriesnya tidak melibatkan Kompasianer.
Keempat, ada baiknya Kompasiana mulai memperhitungkan bakat-bakat dan konsistensi Kompasianer. Mata hati Young Lady mengatakan, ada sejumlah Kompasianer yang tetap setia di Kompasiana. They stay here, whatever will be. Mau error, susah login, sampai keberatan beban header quick count, tetap berusaha meluangkan waktu untuk berkompasiana. Itu namanya apa lagi kalau bukan kesetiaan? Loyalitas, susah dapetinnya.
Mudah-mudahan Kompasiana peka. Jangan kayak orang yang friendzone sampai tahunan karena nggak peka-peka.
Tak ada tempat seperti surga...untuk kuabadikan hidupku denganmu.
Actually, lirik lagu itu mewakili Kompasiana. Tak ada tempat seperti Kompasiana. Untuk mengabadikan tulisan dan album kehidupan. Nah, jangan sampai Kompasiana rugi besar karena kehilangan Kompasianer-Kompasianer berbakat yang konsisten.
Ini juga catatan untuk pemilihan nomine Kompasianer award tahun ini. Sekali-sekali, pilihlah Kompasianer yang memang pantas mendapatkannya. Bukan pencari sensasi, penebar kebencian, bukan pula  gelandangan virtual newbie yang numpang eksis lalu lewat terus menghilang tanpa say good bye. Jangan sampai Kompasiana salah pilih. Salah pilih itu nggak enak. Sakitnya tuh di sini.
Keempat, perbanyak kurasi. Young Lady perhatikan, saat ini jarang sekali atau bahkan hampir tidak ada kurasi. Cobalah admin Kompasiana kurasi. Perbanyak kurasi fiksi, jangan hanya kurasi non-fiksi. Coba rekrut Kompasianer Syifa Ann yang berbakat kurasi. Bakat-bakat macam itu jangan sampai dilewatkan.
Mudah mengkurasi Kompasianer. Karena banyak Kompasianer sudah punya style. Young Lady ambil contoh, di kanal fiksiana. S Aji dengan puisi-puisi realisnya, Bu Lilik Fatimah dengan cerpen-cerpennya yang twist, Pak Tian dengan puisi-puisinya yang relevan dengan kehidupan sekitar, Bu Lusy dengan puisinya yang dalam, Pak Zaldy Chan dengan cerpen dan puisinya yang konsisten, Pak guru Ropingi dengan puisinya yang inspiratif, Kang Marakara lewat puisi-puisinya yang terkadang menyentil perpolitikan, Mas Harry Ramdhani dengan fiksi bersambung yang ditujukan untuk kekasihnya, dan...Young Lady sendiri yang konsisten dengan penokohan "Calvin Wan" serta fiksi musikal.Â
Nah, bakat-bakat langka dan penuh gaya khas seperti itu, mengapa tidak dikurasi? Memangnya Kompasiana concern ke politik saja, sehingga kurasi dan fiksi dianaktirikan? Menyedihkan.
Kurasi bisa menjadi penyemangat. Kompasianer akan merasa lebih dihargai, dirindukan, dan dicintai. Nggak enak loh, punya perasaan unwanted dan unloved di Kompasiana. Kompasiana dan Kompasianer kan keluarga. Masa keluarga nggak bisa saling mendukung dan menopang?
Ok, itu tadi aspirasi Young Lady. Semoga dapat dipertimbangkan dan direalisasikan. Young Lady akan selalu senang menyambut kabar baik dari Kompasiana.
Salam hangat,
Surat cantik,
Young Lady cantik bermata biru bergaun putih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H