Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Surat Terbuka untuk COO Kompasiana

23 April 2019   06:00 Diperbarui: 23 April 2019   06:23 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak ada tempat seperti surga...untuk kuabadikan hidupku denganmu.

Actually, lirik lagu itu mewakili Kompasiana. Tak ada tempat seperti Kompasiana. Untuk mengabadikan tulisan dan album kehidupan. Nah, jangan sampai Kompasiana rugi besar karena kehilangan Kompasianer-Kompasianer berbakat yang konsisten.

Ini juga catatan untuk pemilihan nomine Kompasianer award tahun ini. Sekali-sekali, pilihlah Kompasianer yang memang pantas mendapatkannya. Bukan pencari sensasi, penebar kebencian, bukan pula  gelandangan virtual newbie yang numpang eksis lalu lewat terus menghilang tanpa say good bye. Jangan sampai Kompasiana salah pilih. Salah pilih itu nggak enak. Sakitnya tuh di sini.

Keempat, perbanyak kurasi. Young Lady perhatikan, saat ini jarang sekali atau bahkan hampir tidak ada kurasi. Cobalah admin Kompasiana kurasi. Perbanyak kurasi fiksi, jangan hanya kurasi non-fiksi. Coba rekrut Kompasianer Syifa Ann yang berbakat kurasi. Bakat-bakat macam itu jangan sampai dilewatkan.

Mudah mengkurasi Kompasianer. Karena banyak Kompasianer sudah punya style. Young Lady ambil contoh, di kanal fiksiana. S Aji dengan puisi-puisi realisnya, Bu Lilik Fatimah dengan cerpen-cerpennya yang twist, Pak Tian dengan puisi-puisinya yang relevan dengan kehidupan sekitar, Bu Lusy dengan puisinya yang dalam, Pak Zaldy Chan dengan cerpen dan puisinya yang konsisten, Pak guru Ropingi dengan puisinya yang inspiratif, Kang Marakara lewat puisi-puisinya yang terkadang menyentil perpolitikan, Mas Harry Ramdhani dengan fiksi bersambung yang ditujukan untuk kekasihnya, dan...Young Lady sendiri yang konsisten dengan penokohan "Calvin Wan" serta fiksi musikal. 

Nah, bakat-bakat langka dan penuh gaya khas seperti itu, mengapa tidak dikurasi? Memangnya Kompasiana concern ke politik saja, sehingga kurasi dan fiksi dianaktirikan? Menyedihkan.

Kurasi bisa menjadi penyemangat. Kompasianer akan merasa lebih dihargai, dirindukan, dan dicintai. Nggak enak loh, punya perasaan unwanted dan unloved di Kompasiana. Kompasiana dan Kompasianer kan keluarga. Masa keluarga nggak bisa saling mendukung dan menopang?

Ok, itu tadi aspirasi Young Lady. Semoga dapat dipertimbangkan dan direalisasikan. Young Lady akan selalu senang menyambut kabar baik dari Kompasiana.

Salam hangat,

Surat cantik,

Young Lady cantik bermata biru bergaun putih

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun