Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Wacana Stereotip Rasial, Apa yang Salah?

24 Maret 2019   06:00 Diperbarui: 24 Maret 2019   06:04 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebaliknya, artikel yang membahas eksistensi orang-orang nonpribumi di luar suku Tionghoa jauh lebih ceria dan ringan. Mengapa begitu? Sedih ya...kayak lagunya Rio Febrian. Sedih...kutahu kini perasaanmu kepadaku.

Tiga artikel yang diteliti Young Lady mengangkat isu-isu Tionghoa Indonesia. Tentang pelarangan Imlek di masa Orde Baru, keheranan orang Tionghoa yang ingin menjadi PNS, dan hubungan cinta beda agama. Satu artikel sisanya tentang wawancara seorang penulis dengan gadis Aceh bermata biru.

Terlihat jelas sekali perbedaan penggambaran warga Tionghoa Indonesia dengan warga asing campuran Indonesia lainnya. Mengapa kalangan Tionghoa Indonesia digambarkan negatif, sarat stereotip, dan penuh diskriminasi? Sedangkan kalangan nonpribumi tapi bukan Tionghoa nampaknya fine-fine aja. Mereka diterima dengan baik. Bahkan mereka dipandang menarik.

Bila dilihat dari sisi sejarah, Tiongkok dan warganya tidak pernah menjajah Indonesia. Justru yang menjajah Indonesia adalah orang-orang bermata biru! Lalu, kenapa yang dibenci malah mata sipit? Kalau pribumi mau membenci, kenapa tidak membenci orang bermata biru saja? Young Lady bermata biru. Tapi sepanjang hidup, tidak pernah menerima ejekan rasis. Ejekan yang mengarah pada Young Lady lebih cenderung pada mata dan fisik.

Paling aneh kalau Young Lady lagi jalan-jalan sama my mom. Pasti Young Lady ditatap heran sama orang-orang. Karena risih, Young Lady bertanya.

"Kok mereka liatin aku sih?"

Dan my mom menjawab, "Mereka heran. Kok matamu bagus banget sih? Kok matanya kayak orang Barat sih?"

Balik lagi ke ras bermata sipit. Kalau mereka tidak salah dan tidak pernah menjajah, kenapa mereka dibenci? Apa persoalannya karena iri? Logisnya sih begini ya. Bisa jadi, kenyataannya kalangan Tionghoa Indonesia lebih rajin dari pribumi. 

Makanya mereka sukses. Bukankah pribumi yang menjadi pelayan di negerinya sendiri adalah pribumi yang malas? Ya wajar dong pribumi kurang sukses, karena mereka malas. Karena mereka kurang pintar, kurang strategi, kurang cekatan, kurang tinggi semangat kerjanya.

Atau satu faktor lagi, tapi ini lebih spiritualis sih: kebencian. Hellooo, Tuhan kan Maha Mengetahui. Ia mengetahui isi hati kita semua. Mungkin Ia tak senang karena ada sekelompok umatNya yang memendam iri dengki pada kelompok lain, bahkan sampai menyakiti kelompok lain. Makanya Ia tak merestui bila kelompok sirik itu sukses. Justru Tuhan mensukseskan orang-orang yang teraniaya. Bisa jadi, kan? Cara kerja Tuhan  tuh misterius.

Eits, tapi tapiiii...nggak semua Tionghoa Indonesia sukses juga loh. Lihat di Tangerang. Coba mampir ke Singkawang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun