"Soalnya Rio dari Manado. Sama kayak Revan."
"Oh iya ya...Revan kan Manado Borgo. Calvin hampir lupa."
"Calvin, kenapa orang-orang kayak kita mau dibunuh?"
"Kata Papa, karena kita kayak orang pendatang."
"Masa sih? Revan sama Calvin kan lahir di sini. Tapi, semua orang benci kita."
Ujaran-ujaran polos sobat Manado Borgonya terus berkelebatan. Revan yang tampan dan bermata biru. Revan yang pencemburu dan tak suka diduakan. Revan yang pintar, saklek, tapi sangat sangat penyayang. Calvin akan merindukannya, selalu merindukannya.
Pernah suatu sore Revan datang ke rumahnya sambil menangis. Ia menunjukkan buku setebal 78 halaman berisi propaganda anti-Islam dan anti nonpribumi. Segera saja Calvin membakar buku itu. Ternyata Revan mendapati buku itu dikirim ke rumahnya.
Tangan kecil tapi kuat milik Revan selalu terulur untuknya. Saat Calvin diteriaki orang-orang di jalan karena mata sipit dan wajah orientalnya, Revan tak malu berjalan di sisinya. Persahabatan Manado Borgo-Tionghoa yang sangat erat.
Hingga akhirnya, petaka itu datang.
Jumat siang yang cerah seketika penuh darah. Seorang pria berkulit coklat menembaki jamaah shalat Jumat di masjid putih berlantai marmer. Masjid itu didirikan ayah Revan. Apa yang terjadi?
Tubuh Revan hancur. Anak ganteng yang pernah jadi model dan bintang iklan itu kehabisan darah. Luka-luka di tubuhnya teramat parah. Ia pergi, pergi selamanya.