Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Wahai Teroris, Hatimu Tidak Seputih Kulitmu

17 Maret 2019   06:00 Diperbarui: 17 Maret 2019   06:06 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artinya, terorisme adalah musuh semua agama. Entah itu Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Buddha, Konghucu, maupun agama-agama kepercayaan. Terorisme, radikalisme, dan intoleransi adalah musuh kita semua. Sudah cukup, berhenti menyalahkan umat Islam atas segala peristiwa terorisme. Sebab umat Islam sendiri juga menjadi korban.

Penembakan di Christchurch dapat menjadi awal lunturnya stereotip bagi umat Islam. Selama ini, Islam dipandang sebagai agama keras, radikal, dan sarang teroris. Tidak, sungguh itu tidak benar. Umat Islam sama seperti umat agama yang lain: merasakan kekejaman terorisme. Terorisme bukan Islam, dan Islam bukanlah teroris.

Young Lady cantik ingin, ingin sekali stereotip yang mendera umat Islam terhapus. Sudahlah, berhenti mendiskreditkan umat Islam. Lihat kan? Muslim yang sedang beribadah saja jadi korban. Ataukah peristiwa ini tak cukup membuka mata?

Betapa mahal harga empati. Islamophobia marak dimana-mana, tuduhan terorisme dilancarkan, gerakan anti-Islam dipropagandakan, dan Muslim ditembaki ketika shalat. Tidakkah orang-orang anti-Islam itu berempati sedikit saja? Bila dibandingkan dengan agama-agama lain, syariat agama Islam lebih berat. Harus ritual ini-itu lima kali sehari, harus begini begitu, tidak boleh begini tidak boleh begitu. 

Tapi kalian, yang tidak tahu apa-apa dan tidak pernah menjalankan syariat Islam, seenaknya saja melekatkan stereotip. Sungguh, kalian tidak tahu apa-apa tentang Islam. Sudah tidak tahu, tidak empati pula. Sampai kapankah keadaan ini akan berakhir?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun