"Pak, mau naik taksi? Saya antar, Pak. Ke hotel, ke resto, wah kemana aja saya antar."
Supir taksi berbaju biru menepuk pundaknya. Riuh-rendah kesibukan bandara ini, kesemrawutan ini, amat dirrindukannya.
"Boleh. Ke hotel ya."
Wajah si supir berbinar bahagia. Dengan penuh semangat, diangkatnya koper milik pria itu. Dimasukkannya ke bagasi. Selang lima menit, taksi biru itu meluncur keeluar bandara.
Ruas-ruas jalan dipadati kendaraan. Lagu lama saat tiba jam pulang kantor. Si pria jet set mendesah, memejamkan mata. Lama, lama sekali ia tak kembali ke metropolitan. Kota besar yang disesaki gedung pencakar langit, pohon plastik, dan rumput sintetis. Semuanya beraroma beton, plastik, dan kaca. Namun dia teramat rindu.
"Bapak dari mana?" tanya supir taksi membuka obrolan.
"Perth," jawab pria itu singkat.
"Oh...Australia Barat ya."
Cerdas juga supir taksi ini, pikir si pria. Mungkin saja ia sarjana. Nasibnya saja yang kurang beruntung.
"Bapak mau liburan?"
"Saya mencari anak saya. Kami terpisah delapan belas tahun yang lalu."