-Semesta Abi Assegaf-
Beberapa hari ini, ia tak datang. Sempat kukira dia malaikat tampan bermata sipit pujaan hati Silvi. Dia berkeras bukan malaikat itu, hanya kemiripan mata dan tatapan yang memperdayaku.
Namun, benarkah begitu? Ya Allah, sungguh ku keilangan dirinya. Dia perawat kesayanganku. Lebih baik aku punya satu perawat homecare berhati lembut dan tulus dibandingkan satu tim perawat penuh tipu daya dan akal bulus. Ketulusan lebih berharga dari kuantitas.
Masih kukenang segala kebaikannya. Kasihnya, lembutnya, sabarnya, dan caranya merawatku. Kuingat ketika softlensnya tersangkut. Akulah yang membantu mengangkatnya. Di saat itu, kutemukan sepasang mata yang sangat kukenal.
Gabriel Purnama Sutanto, dimanakah dirimu?
-Semesta Arlita-
Kehadirannya membuatku sangat terbantu. Maafkan diriku, Ya Rabb. Diri ini kelewat sibuk dan sulit membagi waktu. Belakangan ini, terpaksa suamiku dirawat tangan lain.
Kupercayakan suamiku padanya. Dia yang memiliki tangan hangat dengan cincin terpasang di jari manis dan jam tangan mahal di tangan kanan. Dia yang merawat suamiku dengan penuh kasih.
Kini ia seakan menghilang. Kemanakah Gabriel? Kemanakah malaikat keluargaku? Aku membutuhkannya, sangat butuh dia.
-Semesta Adica
Kemarin engkau masih ada di sini
Bersamaku menikmati rasa ini
Berharap semua takkan pernah berakhir
Bersamamu bersamamu
Kemarin dunia terlihat sangat indah
Dan denganmu merasakan ini semua
Melewati hitam putih hidup ini
Bersamamu bersamamu
Â
Kini Sendiri di sini
Mencarimu tak tahu di mana
Semoga tenang kau di sana
Selamanya (Seventeen-Kemarin).
Kugesekkan bow. Kualunkan nada-nada indah biolaku. Ya, Tuhan, lagu ini seperti penebar firasat.
Kemarin, rasanya baru kemarin aku melihat Gabriel. Aku membentak-bentaknya karena membuatkan bekal makan siang untuk Syifa. Sesalku berkepanjangan. Seharusnya tak kulakukan itu.
Punggungku merinding. Sakitkah Gabriel? Ah tidak, tidak. Masa seorang perawat sakit parah?
Ataukah dia jera bekerja di keluargaku? Sebuah kehilangan besar bila dia pergi. Gabriel, malaikat dalam keluargaku.
Kuharap tak terjadi sesuatu yang buruk padanya. Aku ingin meminta maaf padanya. Kuingin menebus kesalahanku. Kuingin memberinya sesuatu, apa pun untuk menebus tindakanku yang tidak pantas.
Aku bermain biola dalam kesedihan. Entah, aku rindu sekali dengan Gabriel. Dia seperti bukan orang asing dalam hidupku. Siapakah Gabriel, itu masih jadi tanda tanya.
-Semesta Syifa-
Mulai hari ini, tak ada lagi lunchbox berisi menu masakan rumahan di tasku. Aku harus memaksakan diri makan di luar lagi seperti dulu. Malaikat tampan yang biasa memasakkanku kyaraben dan jenis bento lainnya tetiba menghilang.
Gabriel, mengapa kau tak ada lagi? Sudahkah kau berhenti menyayangi keluargaku? Tak tahukah kau, kami masih butuh kamu.
Kugenggam kotak makan siang terakhir yang diberikannya. Kotak itu masih tersimpan di kamarku. Air mataku meleleh. Kembalilah, Gabriel. Bolehkah aku berdoa pada Allah agar Dia mengembalikan malaikat kami?
** Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H