Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Langit Seputih Mutiara] Laju Mobil, Dinamika Toleransi

25 Desember 2018   06:00 Diperbarui: 25 Desember 2018   06:01 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Arlita, sepertinya dia butuh bantuan." kata Abi Assegaf, lalu menghentikan mobilnya.

Sejurus kemudian, Abi Assegaf turun dari mobil. Dihampirinya perempuan berbaju hitam itu. Arlita memperhatikan suaminya dengan kagum. Baik sekali Assegaf, pikirnya. Sulit menemukan orang sepeka itu di zaman serba canggih begini. Adica dan Syifa waswas.

Tak lama, Abi Assegaf berjalan kembali ke mobil bersama perempuan berkalung salib. Dibukakannya pintu mobil dengan gallant.

"Adica, Syifa, kalian pindah ke bangku paling belakang ya. Tidak apa-apa kan, Nak?"

Tanpa kata, mereka menurut. Lembutnya Abi Assegaf, mana mungkin mereka bantah? Perempuan itu duduk di kursi tengah. Disambuti pandangan Arlita. Arlita teeringat pada cerminan dirinya sendiri di masa lalu. Bahkan, ia masih menyimpan kalung salib.

"Arlita, Adica, Syifa, kita antar ibu ini ke gereja dulu...kasihan, mobilnya rusak. Handphonenya lowbat, jadi tidak bisa pesan taksi online atau menelepon keluarganya. Abi harap, tak ada yang keberatan." jelas Abi Assegaf.

"Sama sekali tidak, Assegaf." Arlita menjawab penuh pengertian.

Adica mengangguk. Syifa diam saja.

Ruas-ruas jalan terlewati. Aspal licin tersiram hujan. Si perempuan bergaun hitam mengucap terima kasih berulang kali. Ia sangat terbantu dengan pertolongan Abi Assegaf.

Jarak gereja sangat jauh. Berlawanan arah dengan hotel yang mereka tuju. Benak Syifa mulai merangkai konklusi. Abi Assegaf mengantarnya beribadah ke gereja. Seorang Muslim mengantarkan Non-Muslim ke rumah ibadahnya. Sangat toleran. Adica memikirkan hal yang sama.

Bukan Abi Assegaf namanya jika tidak mengajak makan tamu yang naik mobilnya. Dengan senyum simpatik, dia tawari tamunya makan. Semula perempuan itu menolak. Sudah terlalu banyak merepotkan, katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun