"Apa maksudmu?" tanya Calvin waswas.
"Keluarga kandungku sudah membuangku. Untuk apa aku mengharapkan sesuatu dari mereka? To be honest, aku lebih menyayangi Papa Michael Wirawan dan Abi Zaki Assegaf."
Jujur dan berani, itulah jawaban Adica. Pintu hatinya terlanjur terkunci rapat. Ia tak sadar. Jawaban jujurnya telah melukai sepotong hati.
"Hei, kenapa sedih? Sudahlah, Calvin. Kemungkinannya kecil sekali aku bertemu keluarga kandungku. Situasi sekarang sudah membuatku bahagia."
Penghiburan Adica tak meredakan ironi. Calvin sedih, sangat sedih. Dinding optimisme di hatinya runtuh perlahan.
Kemunculan Syifa dan Arlita menjadi pengalih perhatian. Dua wanita cantik itu membujuk Adica kemoterapi. Hanya ODC (One Day Care Chemotherapy), begitu kata mereka. Cukup pemberian obat selama 7 jam, tanpa perlu rawat inap.
Bujukan Syifa, Arlita, dan Abi Assegaf berhasil juga. Adica memasuki ruangan putih itu ditemani tiga pendamping. Calvin memperhatikan dengan hati pedih. Cinta itu membebaskan. Mudah diucapkan, terlalu sakit untuk dilakukan.
** Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H