Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Tulang Rusuk Malaikat] Lonceng Gereja, Air Mata, dan Cerita Duka

19 Oktober 2018   06:00 Diperbarui: 19 Oktober 2018   06:10 644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam gerakan slow motion, Adica merengkuh Syifa ke pelukannya. Syifa melanjutkan isakannya di pelukan Adica. Walau tak banyak kata selembut Calvin, kehadirannya saja sudah menyamankan hati Syifa.

"Oh, sorry..." Syifa meminta maaf, menyeka hidungnya.

"No problem. Kau memang butuh tubuh lain untuk bersandar. Gunakan saja milikku, meski tubuh ini rapuh dan menunggu."

Menunggu apa? Tak sempat tanya itu terlontar, Syifa merasakan beban berat di bahunya. Adica merasakan sakit, wajahnya memucat. Ia sandarkan berat tubuhnya pada Syifa.

"Are you ok?" tanya Syifa khawatir.

"Dingin, Syifa...dingin." rintih Adica berulang-ulang.

Kepanikan menebar. Syifa mengeratkan pelukannya. Tak tega melihat laki-laki pujaan hatinya kesakitan. Disalurkannya kehangatan dan kekuatan lewat pelukan.

Besar harapannya, rasa sakit Adica berpindah ke tubuhnya saja. Bisakah rasa sakit dipindahkan?

Sakit itu adalah pertanda. Pertanda mereka harus secepatnya kembali ke rumah sakit. Detik berikutnya, Adica muntah. 

Syifa tidak peduli bajunya dikotori darah dan muntahan. Tak peduli pula karena secara tak langsung ia telah kontak dengan obat kemoterapi.

Syifa berbisik menguatkan. Lembut dipapahnya Adica ke mobil. Abi Assegaf, Calvin, Revan, dan Silvi bergegas mengikuti dengan kekhawatiran menggelembung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun