SUV putih kesayangannya melaju meninggalkan rumah mewah di lereng bukit. Bukan Calvin yang duduk di balik kemudi, melainkan Tuan Effendi. Jangan harap dia boleh menyetir lagi sejak vonis laknat jatuh.
Tuan Effendi membaca keresahan di mata putra tunggalnya. Seraut wajah tampan itu pucat, sarat kecemasan. Calvin cemas menghadapi kemoterapi pertamanya. Perjalanan ke rumah sakit menaikkan tensi kekhawatiran.
Demi menyamankan anak satu-satunya, Tuan Effendi menyalakan radio mobil. Ia tahu Calvin suka musik. Mendengarkan musik dalam perjalanan ke rumah sakit mungkin akan membuatnya lebih baik.
"97.6 FM Refrain, Brilian and inspiratif." Terdengar suara barithon si penyiar menyebutkan call id.
"Selamat siang pendengar. Bertemu lagi dengan saya, Adica Wirawan, dalam program Musik Pelepas Lelah, edisi Jumat, 12 Oktober. Sebagai pembuka, akan saya putarkan sebuah lagu. Hmmm...gimana ya? Lagu ini bukan lagu baru, tapi nggak terlalu lama sih. Penasaran? Ini dia."
Sedetik kemudian, lagu mengalun lembut. Lagu-lagu yang diputarkan saat program satu ini mengudara tipe lagu bertempo slow dan melankolik.
Tak bisa aku ingkari
Engkaulah satu-satunya
Yang bisa membuat jiwaku
Yang pernah mati menjadi berarti