"Hei...kenapa, Sayang? Ada yang salah?" Calvin bertanya lembut. Menepikan mobilnya, lalu menghapus lembut air mata Calisa.
"Ayahnya Anton meninggal..."
"Innalillahi...semoga beliau mendapat tempat terbaik di sisi Allah."
Sepasang mata sipit itu memancarkan empati yang tulus. Makin banyak air mata Calisa. Dalam gerakan slow motion, Calvin memeluknya. Menyandarkan kepala Calisa ke dadanya. Wanita cantik karena kulit putihnya dan mata biru kobaltnya itu terisak. Andai saja Anton tahu sebaik apa Calvin.
"Pergilah ke Rumah Besar. Berikan kepedulianmu pada Anton dan ibunya."
Ucapan lembut Calvin, tatapan teduhnya, sarannya untuk pergi ke Rumah Besar, menggetarkan hati Calisa. Ia menggeleng kuat. Tubuhnya bergetar menahan pilu.
"Aku hanya ingin menjaga perasaanmu, Calvin. Aku tak mau kamu terluka."
"Pergilah, aku tidak akan terluka." ucap Calvin meyakinkan.
Lihatlah, kurang baik apa Calvin? Ia membujuk Calisa pergi menemui cinta masa kecilnya. Walau si pemilik cinta masa kecil telah memaki dan menuduh tak berdasar di belakangnya.
Calisa berkeras tak mau. Ia mencintai Calvin dan ingin menjaga hatinya agar tidak terluka. Inikah salah satu bentuk cinta Calisa?
** Â Â Â