"Calvin?"
Akhirnya, Silvi mengangkat wajah. Menatap Calvin dengan mata berkaca-kaca.
"Aku di sini, Silvi. Aku tidak rela kamu sedih dan sakit hati." ujar Calvin tulus.
"Well, kamu pasti kabur dari rumah sakit. Kamu belum sembuh. Keras kepala." kecam Silvi.
Seulas senyum menghiasi wajah tampan itu. Calvin sedikit terbatuk. Darah segar mengalir di sudut bibirnya.
"Mungkin aku tidak akan sembuh lagi, Silvi. Cuci darah hanya usaha memperpanjang hidup."
Refleks Silvi merapatkan tubuhnya pada Calvin. "Tidak, kumohon jangan berkata begitu."
"Kenyataan." kata Calvin singkat, menyeka darahnya.
"Tapi, kamu tak usah khawatir. Jika kita terus saling mencintai karena Allah, akhirat akan berpihak pada kita."
Kekhawatiran Silvi lesap. Tergantikan kesedihan luar biasa. Bukan sedih karena masalahnya sendiri, melainkan karena kondisi Calvin.
"Aku ingin meninggalkan banyak kenangan untuk malaikatku..." desah Silvi.