Yups, masih edisi akhir pekan. Akhir pekan, which is malas-malasnya nulis. Gimana nggak? Weekend bukanlah prime time di Kompasiana. Rugilah Young Lady kalau lempar tulisan cantik yang bagus.
So, weekend ini kita bahas yang ringan-ringan aja ya. Nggak usah terlalu berat. Yang berat biar Dylan aja, atau Minke...ehm.
Ok, let's start. Pagi ini, Young Lady mau bahas soal LDR. LDR? Ooooh...so sad. Iya dong, sedih. LDR kan nggak enak. Begitu nggak enaknya sampai-sampai penyanyi secantik Raisa membawakan lagu berjudul ldr. Ayo, ada yang hafal nggak liriknyaaa? Kalo ada, nyanyi yuk sama Young Lady.
Coba Young Lady absen dulu. Di sini, siapa yang pernah atau lagi LDR? Angkat tangaaan...wow, ternyata banyak ya. What do you think about LDR?
Oh no, no...jangan jawab dulu. Young Lady mau baca pikiran kalian. Yeee, baca pikiran. Memangnya cenayang?
Hal pertama yang dipikirkan para pejuang LDR adalah tak enak. Iya, tak enak karena harus berjuang lebih keras dari pada pasangan-pasangan lainnya. LDR menuntut kesabaran, toleransi, kekuatan, dan kemampuan mengatur pikiran. Mengatur pikiran dari rasa rindu, sedih, cemburu, dan takut.
Para pejuang LDR rentan akan ketakutan dan kecemburuan. Ketika LDR, waktu menjadi sangat berharga. Khususnya waktu untuk berkomunikasi. Bahkan, waktu semenit pun menjadi luar biasa berharganya. Semenit bisa kita gunakan untuk sekedar membalas chat, menelepon singkat, atau menyapa selamat pagi. Berharga banget, kan?
Kerinduan adalah makanan sehari-hari para pejuang LDR. Tiap hari, kami yang LDR harus bergulat menahan rindu. Hati dikuasai tanda tanya. Sedang apakah dirinya di sana? Rindu pulakah dia pada kita? Apakah dia baik-baik saja?
Tak jarang, rasa rindu bercampur kekhawatiran. Khawatir apakah dia sakit, terluka, tertimpa masalah, sedih, atau menyembunyikan sesuatu dari kita. Khawatir bila si dia ternyata diam-diam pergi dengan orang lain. Khawatir si dia tak lagi setia.
Bertumpuk rindu dan khawatir menggunung di hati. Itu harus dirasakan para pejuang LDR setiap hari. Jarak dan waktu menjadi hambatan terbesar. Terlebih, bila pejuang LDR sama-sama sibuk. Bukan hanya jarak dan waktu yang harus dilawan, tetapi juga kepadatan aktivitas.
Aktivitas padat, ditambah jaraknya jauh dan sempitnya waktu, bisa menjadi ancaman untuk relasi jarak jauh. Bisa-bisa, hubungan merenggang. Lebih parah, relasi menjadi hambar dan rasa cinta memudar. It's terrible.