Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tokoh-tokoh Rupawan Memperindah Cerita

19 Agustus 2018   05:59 Diperbarui: 19 Agustus 2018   07:33 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Young Lady punya alasan kuat untuk mempertahankannya selama lebih dari setahun. J. K. Rowling saja punya Harry Potter, J. R. R. Tolkien punya Frodo, Hilman Hariwijaya punya Lupus, Gola Gong punya Roy, Masashi Kishimoto punya Naruto, Young Lady boleh dong punya "Calvin Wan"? Hanya saja, ada berbagai proses kreatif untuk menemukan mereka sebagai tokoh dengan ciri khas dan inspiratif.

Back to focus. Menghadirkan tokoh-tokoh berwajah rupawan dalam cerita bukanlah kesalahan. Itu adalah hak prerogatif penulis.

Tokoh-tokoh rupawan justru memperindah cerita. Dari pada tokoh-tokoh yang biasa saja, atau bahkan buruk. Lebih baik menghadirkan mereka yang digambarkan rupawan dalam cerita.

Jangan pandang tokoh-tokoh rupawan hanya dijadikan penghias. Jangan lihat mereka hanya menarik sebagai objek seksual karena kerupawanan wajah dan postur tubuh mereka. Mereka hadir untuk membuat cerita lebih indah.

Dalam novel populer, tokoh-tokoh pria dan wanita yang rupawan sangat digemari. Mereka jadi populer karena kerupawanan mereka. Lihat saja novel-novel metropop dan chicklit. Tokoh utamanya kebanyakan rupawan, kan? Eits, rupawan tidak hanya sebatas fisik saja, tetapi juga dari sifat dan tingkah laku.

Ok fine, penyuka novel serius pasti takkan suka dengan tokoh jenis ini. Rata-rata novel serius didominasi tokoh yang tidak terlalu rupawan, biasa-biasa saja, bahkan jelek. Tokoh yang digambarkan jelek pun bisa menjadi tokoh utama.

Namun, bila kita membicarakan karya fiksi dalam fungsinya untuk menghibur/entertaining, kehadiran tokoh-tokoh berparas rupawan menjadi poin plus. Mereka menghiasi cerita dengan indah. Banyak orang membaca karya fiksi sebagai sarana hiburan, ajang menghibur diri. Nah, bagaimana mereka akan terhibur kalau dari awal saja sudah diperkenalkan dengan tokoh-tokoh yang jelek? Bukannya disuguhi yang indah-indah, mereka terpaksa mencicipi cerita rasa tokoh jelek. Kan tidak indah. Bagaimana mau terhibur coba?

Keberadaan tokoh-tokoh berwajah dan berhati rupawan berkaitan erat dengan estetika. Menurut Young Lady, penggambaran tokoh dengan wajah rupawan menambah nilai estetis cerita. Menambah kesan indah, menenangkan, dan menyejukkan dalam cerita. Pembaca akan terhibur menemukan tokoh-tokoh berparas cantik jelita dan tampan memesona dalam karya fiksi. Tokoh berwajah rupawan pun mampu membuat hati para pembaca meleleh. So, tak ada salahnya menampilkan tokoh-tokoh rupawan dalam prosa. Kompasianers, kalian lebih suka membaca cerita dengan tokoh-tokoh rupawan atau sebaliknya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun